Antithesis Atas Kekuasaan

Harta, tahta, dan wanita merupakan target hidup kebanyakan kaum Adam. Merengkuh ketiganya adalah prestasi hidup. Dengan harta seseorang memiliki instrumen untuk mendapatkan tahta dan juga wanita. Dengan tahta seseorang memiliki instrumen untuk mendapatkan harta dan juga wanita. Dan dengan wanita, seseorang tidak hanya mampu mendapatkan harta dan tahta, lebih dari itu, tujuan hidup yang hakikipun akan direngkuhnya yakni kebahagiaan hidup.
Harta, tahta, dan wanita merupakan satu paket yang komplit. Ibarat makanan sudah empat sehat lima sempurna. Maka menjadi mahfum jika seseorang bekerja dengan keras nan cerdas untuk mendapatkan ketiga instrumen tersebut. Pencapaian harta, tahta, dan wanita tidak dapat diurai mana dulu yang mesti diraih. Yang jelas kans yang besar tentu diraih dulu untuk mendapatkan target yang lain. Berbeda dengan kaum Adam, kaum Hawa pun sejatinya berkehendak atas instrumen-instrumen itu, bahkan wanita sejatinya memiliki naluri yang tinggi untuk mengkooptasi pasangannya, lebih dari sekedar merengkuhnya.
Dari tiga instrumen tersebut di atas, kini kita dihadapkan pada persaingan untuk merebutkan tahta yang terkemas dalam pilpres 2009. Jika kita menilik dari semua pasangan capres dan cawapres, sejatinya ketiganya telah merengkuh ketiganya. Semua pasangan telah memiliki harta, tahta, dan juga wanita (pasangan hidup). Namun kini semua pasangan itu juga berkehendak lagi atas tahta (sebagai presiden atau wakil presiden). Penulis yakin niat dari ketiganya bukan berdasar atas ketamakan atas kekuasaan, lebih dari itu, yakni mendarmabhaktikan jiwa dan raganya untuk bumi pertiwi Indonesia.
Jika dipikir-pikir menjadi presiden dan wakil presiden di negara kita yang luas, yang kompleks permasalahannya, yang memiliki banyak hutang luar negeri, dan segudang pengangguran penduduk sebenarnya tidak mengenakkan. Bisa membuat cepet tua, belum lagi didemo di mana-mana. Namun jika melihat antusias ketiga pasangan memperlihatkan bahwa ketiganya merupakan negarawan yang layak kita hormati. Ketiga pasangan mencurahkan semua energi untuk bangsa, tidak seperti para pensiunan atau kakek-nenek lain yang menghabiskan masa tua dengan meminum teh dipagi hari sambil mendengar kicauan burung, menimang-nimang cucu kesayangan, atau duduk nyantai di beranda rumah sambil baca-baca koran.

Meluruskan niat
Yang perlu kita kawal nanti, siapapun yang berhasil memenangkan pilpres 2009 adalah orientasinya. Jangan sampai terjadi disorientasi. Jangan sampai instrumen kekuasan itu digunakan untuk mendapatkan harta dan wanita lagi. Jangan sampai yang terpilih menggunakan instrumen kekuasaan hanya untuk kepentingan kroni-kroninya.
Dalam sebuah wawancara di stasiun televisi beberapa waktu yang lalu calon wakil presiden Wiranto mengatakan bahwa : kekuasaan merupakan instrumen untuk berbuat kemaslahatan. Sungguh merupakan jawaban yang cerdas dan menarik. Jawaban tersebut sekaligus menggugurkan asumsi banyak orang bahwa kekuasaan dijadikan instrumen untuk meraih harta, untuk memperkaya diri dan keluarganya. Yang kita harapkan adalah apa yang dikatakan bukan merupakan retorika berbahasa sebagai sebuah politik tebar pesona namun sebuah pernyataan yang tulus.
Untuk mengukur kualitas pernyataan tersebut sebenarnya dapat dikroscek dari upaya yang dilakukan dalam memenangkan pilpres 2009. Jika upayanya bersih dengan mengedepankan kejujuran dan kemaslahatan maka dapat dikatakan bahwa yang dinyatakan itu sebuah ketulusan, bukan ketamakan atas kekuasaan. Namun jika upaya yang dilakukan penuh dengan tipu daya, black campaign, memanipulasi atau mark up suara maka dengan mudah kita nyatakan bahwa yang dikatakan tidak lebih dari sekedar retorika politik semata.
Namun kadang yang usil bukan calonnya, namun tim suksesnya. Kadang kala calonnya benar-benar clean, namun tim suksesnya yang tidak fair. Maklum tim sukses selalu berupaya dengan sungguh-sungguh agar calon yang diusung berhasil. Keberhasilan calon yang diusung akan memberi akses kekuasaan kepadanya.
Sayangnya kekuasaan itu banyak godaannya. Harus berbalas budi dengan tim suksesnya yang kadang tidak masuk akal, harus kuat dilobi, dan harus hati-hati dengan banyaknya jebakan yang berpotensi menjadi batu sandungan.
Penulis yakin, dengan segudang pengalaman,dengan usia yang sudah matang, dan sudah meraih tiga instrument (harta, tahta, dan wanita) ketiga pasangan akan mampu melewati semua tantangan dan godaan atas kekuasaan. Jika pernyatan bahwa kekuasan adalah instrumen untuk berbuat kemaslahatan dapat direalisasikan maka pernyataan tersebut merupakan antithesis atas pernyataan power tends to corrupt sekaligus antithesis atas kekuasaan.

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam