Ujian Nasional: Baik atau Burukkah ?!

Diskursus tentang Ujian Nasional merupakan materi yang menarik menjelang hari H pelaksanaannya. Sampai sekarang, penolakan Ujian Nasional masih berlangsung dimana-mana, bahkan ada pihak yang menganggap Ujian Nasional haram hukumnya. Namun ujian yang menjadi agenda utama BSNP itu terus melenggang untuk dilaksanakan. Dan para penolak dan pengkritik untuk kesekian kalinya harus gigit jari meski perkaranya sudah sampai pada vonis Mahkamah Agung. Meskipun demikian tindakan pemerintah yang dinilai mengabaikan isi putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara gugatan warga negara tentang Ujian Nasional bisa menjadi pintu persoalan politik yang baru jika penggugat dapat mengkombinasikan gerakannya ke politik (Kompas, 26 Januari 2010).
Baik atau Buruk
Dalam kajian filsafat ada beberapa pendekatan untuk menyatakan bahwa sesuatu baik atau buruk. Yang pertama adalah pendekatan konsekuensialis. Pendakatan ini menyatakan bahwa sesuatu dikatakan baik bila hasilnya menunjukkan kebaikan. Dalam konteks Ujian Nasional hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan mutu pendidikan. Pada kenyataannya yang terjadi adalah sebuah anomali prestasi pendidikan. Banyak sekolah yang favorit di kota kalah prestasi nilai Ujian Nasionalnya dibandingkan dengan sekolah di pinggiran. Disamping itu pelaksanaan Ujian Nasional hanya membuat siswa stres, guru-guru kebingungan dan berfikir instan, tereduksinya idealisme akademik, dan runtuhnya kejujuran dunia pendidikan.
Melihat hasil yang anomali dan dampak yang tidak baik maka pelaksanaan Ujian Nasional menurut pendekatan konsekuensialis dapat dikatakan buruk. Namun rupanya BSNP tidak patah arang dan selalu berupaya mereduksi berbagai dampak dengan mendesain prosedur operasional yang lebih baik. Bahkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 75 tahun 2009 pasal 24 menyatakan bahwa : Puspendik memetakan hasi Ujiaan Nasional dan kejujuran pelaksanaan ujian Nasional. Pasal ini bisa dimaknai bahwa pelaksanaan ujian Nasional yang telah berlangsung beberapa tahun sepi dari kejujuran sehingga perlu pemetaan. Menurut penulis, yang lebih penting adalah mengapa sekolah tidak jujur, bukan sekedar pemetaan kejujuran sekolah. Alasannya ketidakjujuran itu belum tentu berasal dari inisiatif pengelola sekolah karena bisa jadi siswa dari sekolah tertentu memperoleh bocoran jawaban dari sekolah lain.
Pendekatan yang kedua untuk menilai baik atau buruknya sesuatu adalah pendekatan nonkonsekuensialis. Pendekatan ini tidak meletakkan tinjauan baik atau buruk pada hasil perbuatan namun pada landasan ideal yang menjadi pijakan perbuatan. Landasan ideal yang menjadi pijakan tersebut mengandung spirit dan transenden. Pendekatan nonkensekuensialis relevan dengan ajaran agama yang menyatakan bahwa amal dan perbuatan bergantung pada niatnya.
Dalam konteks Ujian Nasional, niat penyelenggaraannya memang baik yakni mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sistem evaluasi yang ketat. Sebuah evaluasi yang dapat memaksa peserta didik untuk belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh. Juga memaksa guru dan sekolah/madrasah untuk serius dalam penyelenggaraan pendidikan dengan memenuhi delapan standar pendidikan yang ditetapkan pemerintah.
Namun niat baik ini akan menjadi berkurang jika dari pengambil kebijakan tidak menghayati sepenuhnya niat aslinya dan niatnya bergeser hanya sekedar memanfaatkan anggaran yang ada. Jika niatnya hanya sekedar memanfaatkan anggaran maka penyelenggaraan Ujian Nasional dari sudut pendekatan nonkonsekuensialis pun dapat dikatakan sebagai sesuatu yang buruk.
Jalan Tengah
Dari dua pendekatan tentang baik dan buruk dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Ujian Nasional dari sudut pendekatan konsekuensialis merupakan sesuatu yang buruk, namun dari sudut pendekatan nonsekuensialis merupakan sesuatu yang baik (berdasarkan niat aslinya).
Jalan tengah yang perlu diambil adalah bagaimana penyelenggaraan Ujian Nasional itu baik dari dua sudut pendekatannya, baik konsekuensialis dan nonkonsekuensialis. Jalan tengah yang diambil tidak perlu mengandung unsur intimidatif seperti rencana silang siswa antarsekolah (meskipun pada akhirnya tidak jadi dilaksanakan), memperbanyak tim independen, atau menaikkan standar nilai minimal. Kebijakan yang intimidatif hanya membuat Ujian Nasional semakin kontroversial.
Sebetulnya ada dua jalan tengah yang mudah dilakukan namun tetap konstruktif dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jalan tengah yang pertama adalah kembali meningkatkan kejujuran akademik seluruh pelaku pendidikan dengan cara menyusun soal sevariatif mungkin. Misalnya setiap peserta dalam satu ruang ujian mengerjakan soal yang berbeda. Jika satu ruang ada dua puluh peserta ujian, maka dalam ruang tersebut ada dua puluh tipe soal. Variasi itu dapat menggunakan pendekatan permutasi, yakni satu soal yang terdiri atas empat puluh atau lima puluh butir soal diacak nomornya sehingga dihasilkan beberapa variasi soal. Dengan banyaknya variasi soal maka kecurangan dapat menjadi nihil. Memang cara ini memakan lebih banyak biaya untuk pencetakan naskah soal dan pemindaian lembar jawab, namun demi tujuan mulia langkah ini patut untuk ditempuh.
Yang kedua adalah menjadikan nilai Ujian Nasional bukan sebagai penentu kelulusan, namun hasil Ujian Nasional tetap dijadikan sebagai pijakan dalam pemetaan kualitas dan pembinaan terhadap institusi pendidikan. Tidak itu saja, prestasi dan kejujuran akademik harus diapresiasi dengan pemberian reward sehingga upaya peningkatan mutu setiap sekolah selalu diupayakan.
Dengan mengambil kedua jalan tengah maka penyelenggaraan Ujian Nasional akan menjadi sesuatu yang baik dari segi konsekuensialis dan nonkonsekuensialis dan pada gilirannya benar-benar sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

0 comments:

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam