JADWA;L LATIHAN

D. LAMA PELATIHAN LAS
Lama pelatihan las tingkat terampil dilaksanakan selama 11 x 8 jam kerja
( 11 hari kerja efektif ) dengan jadwal sebagai berikut :
Hari Waktu Materi Pengampu


I 07.00 – 09.30 Pembukaan dan Pengantar Pelatihan Disduknakertrans/LPKS
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Perangkat Las Busur Manual Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Bahan dan Pengolahan Instruktur Las
14.30 – 16.00 Gambar Teknik dan Finishing Instruktur Las


II 07.00 – 09.30 Teknik Penyalaan Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Persiapan Sambungan Las Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Sambungan I Posisi Bawah Tangan Instruktur Las
14.30 – 16.00 Sambungan I Posisi Bawah Tangan Instruktur Las


III 07.00 – 09.30 Sambungan I Posisi Bawah Tangan Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Sambungan T Posisi Bawah Tangan Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Sambungan T Posisi Bawah Tangan Instruktur Las
14.30 – 16.00 Sambungan T Posisi Bawah Tangan Instruktur Las


IV 07.00 – 09.30 Sambungan Pipa Posisi Bawah Tangan Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Sambungan Pipa Posisi Bawah Tangan Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Sambungan Pipa Posisi Bawah Tangan Instruktur Las
14.30 – 16.00 Sambungan I Posisi Horisontal Instruktur Las


V 07.00 – 09.30 Sambungan I Posisi Horisontal Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Sambungan I Posisi Horisontal Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Sambungan T Posisi Horisontal Instruktur Las
14.30 – 16.00 Sambungan T Posisi Horisontal Instruktur Las


VI 07.00 – 09.30 Sambungan T Posisi Horisontal Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Sambungan Pipa Posisi Horisontal Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Sambungan Pipa Posisi Horisontal Instruktur Las
14.30 – 16.00 Sambungan Pipa Posisi Horisontal Instruktur Las


VII 07.00 – 09.30 Sambungan I Posisi Vertikal Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Sambungan I Posisi Vertikal Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Sambungan I Posisi Vertikal Instruktur Las
14.30 – 16.00 Sambungan T Posisi Vertikal Instruktur Las


VIII 07.00 – 09.30 Sambungan T Posisi Vertikal Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Sambungan T Posisi Vertikal Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Sambungan Pipa Posisi Vertikal Instruktur Las
14.30 – 16.00 Sambungan Pipa Posisi Vertikal Instruktur Las


IX 07.00 – 10.00 Perjalanan menuju Industri Instruktur dan Tim
10.00 - 12.30 Aktivitas di Industri Pengelasan Instruktur dan Tim
12.30 – 13.30 Istirahat, makan siang, sholat Instruktur dan Tim
13.30 – 15.00 Studi banding ke Bengkel Las Instruktur dan Tim
15.00 – 17.30 Aktivitas pelepasan lelah/refreshing Instruktur dan Tim
17.30 – 20.00 Perjalanan menuju LPKS Al Hikmah Instruktur dan Tim



X 07.00 – 09.30 Sambungan Pipa Posisi Vertikal Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Revisi dan Evaluasi Hasil Pekerjaan Instruktur Las
12.00 – 13.00 Istirahat, makan siang, sholat Tim LPKS Al Hikmah
13.00 – 14.30 Project Work Instruktur Las
14.30 – 16.00 Project Work Instruktur Las


XI 07.00 – 09.30 Project Work Instruktur Las
09.30 - 10.00 Istirahat, minum snack Tim LPKS Al Hikmah
10.00 – 12.00 Finishing Project Work Instruktur Las
12.00 – 13.30 Upacara penutupan Tim LPKS Al Hikmah
Disduknakertrans/LPKS
13.30 – 16.00 Penyelesaian Administrasi Tim LPKS Al Hikmah

SILABUS LAS

SILABUS PROGRAM PELATIHAN PENGELASAN TINGKAT TERAMPIL

Nama LPKS : Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
Tingkat : Terampil
Standar Kompetensi : Melakukan proses pengelasan menggunakan peralatan las busur manual posisi di bawah tangan, horizontal dan vertikal

Kompetensi Dasar Materi Pokok / Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber belajar
Teknik Bentuk Instrumen Instrumen
1. Memperagakan pengesetan peralatan las busur manual secara lengkap 1. Peralatan Utama
2. Peralatan Bantu
3. Peralatan Keselamatan Kerja
4. Elektrode 1. Tanya jawab mengenai produk las
2. Menjelaskan pengertian pengelasan
3. Mengidentifikasi peralatan las busur manual
4. Menjelaskan fungsi dan teknik pemakaian peralatan las busur manual 1. Menjelaskan definisi pengelasan busur manual
2. Mengidentifikasi peralatan utama las busur manual
3. Mengidentifikasi peralatan bantu las busur manual
4. Mengidentifikasi peralatan keselamatan kerja las busur manual
5. Mengeset peralatan las busur manual hingga siap pakai 1. Tes
2. Perbuatan 1. Isian
2. Format Penugasan 1. Lembar soal
2. Lembar jobsheet 120 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
2. Mengidentifikasi bahan dan memperagakan pengolahan bahan menggunakan peralatan kerja bangku 1. Logam Ferro dan Non Ferro
2. Pemotongan bahan
3. Pengeboran bahan
4. Pengikiran dan penggerindaan bahan 1. Menjelaskan logam ferro dan non ferro
2. Mempraktikkan pemotongan bahan
3. Mempraktikkan pengeboran bahan
4. Mempraktikkan pengikiran dan penggerindaan bahan dan hasil las 1. Mengidentifikasi logam ferro dan non ferro pada pengelasan
2. Memotong bahan mengguna- kan gergaji manual dan mesin
3. Mengebor bahan mengguna- kan mesin bor tiang
4. Mengikir dan menggerinda bahan serta hasil akhir pengelasan 1. Tes
2. Perbuatan 1. Isian
2. Format Penugasan 1. Lembar soal
2. Lembar jobsheet 90 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
3. Memperagakan gambar teknik dan finishing menggunakan peralatan gambar kerja pengelasan 1. Gambar sambung- an las dan kampuh
2. Gambar sambung- an I, T dan Pipa
3. Pemeriksaan Visual
4. Pengujian Manual 1. Menjelaskan sam- bungan dan kampuh las
2. Menggambar sam- bungan I, T dan Pipa
3. Mempraktikkan pemeriksaan visual
4. Mempraktikkan pengujian manual hasil las 1. Mengidentifikasi gambar sambungan dan kampuh las
2. Menggambar sambungan I, T dan Pipa
3. Memeriksa visual hasil pengelasan
4. Menguji manual hasil pengelasan menggunakan palu dan alat ukur 1. Tes
2. Perbuatan 1. Isian
2. Format Penugasan 1. Lembar soal
2. Lembar jobsheet 90 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
Kompetensi Dasar Materi Pokok / Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi
Waktu Sumber belajar
Teknik Bentuk Instrumen Instrumen
4. Memperagakan teknik penyalaan las busur manual menggunakan peralatan kerja pengelasan 1. Peralatan kerja las busur manual lengkap
2. Teknik goresan
3. Teknik sentakan 1. Mempersiapkan peralatan kerja las busur manual secara lengkap
2. Memperagakan teknik goresan dan sentakan 1. Mengeset peralatan kerja las busur manual secara lengkap
2. Menyalakan las busur manual menggunakan teknik goresan
3. Menyalakan las busur manual menggunakan teknik sentakan 1. Perbuatan 1. Format Penugasan 1. Lembar jobsheet 150 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
5. Memperagakan pengelasan sambungan I, T dan Pipa posisi bawah tangan 1. Pengelasan sambungan I
2. Pengelasan sambungan T
3. Pengelasan sambungan Pipa 1. Mengelas sambungan I
2. Mengelas sambungan T
3. Mengelas sambungan Pipa 1. Mengelas sambungan I posisi bawah tangan
2. Mengelas sambungan T posisi bawah tangan
3. Mengelas sambungan Pipa posisi bawah tangan 1. Perbuatan 1. Format Penugasan 1. Lembar jobsheet 1080 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
6. Memperagakan pengelasan sambungan I, T dan Pipa posisi horisontal 1. Pengelasan sambungan I
2. Pengelasan sambungan T
3. Pengelasan sambungan Pipa 1. Mengelas sambungan I
2. Mengelas sambungan T
3. Mengelas sambungan Pipa 1. Mengelas sambungan I posisi horisontal
2. Mengelas sambungan T posisi horisontal
3. Mengelas sambungan Pipa posisi horisontal 1. Perbuatan 1. Format Penugasan 1. Lembar jobsheet 1080 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
7. Memperagakan pengelasan sambungan I, T dan Pipa posisi vertikal 1. Pengelasan sambungan I
2. Pengelasan sambungan T
3. Pengelasan sambungan Pipa 1. Mengelas sambungan I
2. Mengelas sambungan T
3. Mengelas sambungan Pipa 1. Mengelas sambungan I posisi vertikal
2. Mengelas sambungan T posisi vertikal
3. Mengelas sambungan Pipa posisi vertikal 1. Perbuatan 1. Format Penugasan 1. Lembar jobsheet 1080 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes
8. Mengamati dan mengidentifikasi kegiatan industri pengelasan 1. Kunjungan industri
2. Penyusunan laporan 1. Pembelajaran lapangan
2. Evaluasi pembela-jaran lapangan 1. Mengamati kinerja industri pengelasan
2. Menyusun laporan hasil kun-jungan industri 1. Perbuatan 1. Format Penugasan 1. Surat Tugas 600 menit Industri Pengelasan di daerah Tegal dan sekitarnya.
9. Memperagakan pembuatan benda jadi mengguna- kan peralatan kerja las busur manual 1. Persiapan bahan
2. Pengelasan bahan
3. Penyelesaian akhir pekerjaan 1. Mengukur dan memotong
2. Mengelas komponen
3. Menyelesaikan akhir hasil pekerjaan
1. Mengukur dan memotong komponen benda jadi
2. Mengelas komponen
3. Menyelesaikan akhir hasil pekerjaan
1. Perbuatan 1. Format Penugasan 1. Lembar jobsheet 450 menit 1. Modul Pelatihan Las LPKS Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes

Brebes, 1 Maret 2009
Tim Instruktur Las

Bab I :Proposal las

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PELATIHAN LAS
Krisis moneter mendera kemampuan masyarakat bawah pada titik nadir. Segala aspek kehidupan terasa berat dan berhenti mendadak. Banyak di antara anggota masyarakat yang mengambil jalan pintas dengan hal-hal yang kurang layak. Seperti makin maraknya gelandangan, pengemis, anak-anak terlantar dan naiknya angka kriminalitas.
Tidak terkecuali pada dunia pendidikan formal yang kian berat menghadapi perkembangan zaman yang sangat cepat. Kemampuan masyarakat makin tak dapat menjangkau perkembangan multi aspek yang tengah melanda dunia. Hanya sebagian kecil masyarakat yang dapat mengikuti dari jauh terhadap kemajuan berbagai bidang.
Sejalan dengan fenomena tersebut, pendidikan berbasis kemasyarakatan menjadi alternatif mengejar ketertinggalan zaman. Meskipun sudah barang tentu tidak dapat berjalan beriringan, tetapi paling tidak mengikuti di belakangnya. Hal itu mengingat aspek finansial yang dibutuhkan untuk pendidikan formal sangat mahal, sehingga jalan pintas pendidikan kejuruan berbasis masyarakat yang nota bene menyediakan fasilitas lebih terjangkau menjadi penting untuk ditumbuhkembangkan.
Pada tahap selanjutnya muncul lembaga pendidikan berbasis kemasyarakatan yang lebih populer dengan nama Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS). Kemunculan LPKS merupakan imbas dari makin tidak terjangkaunya lembaga pendidikan formal dari Sekolah Menengah hingga Perguruan Tinggi. Pada sisi lain, masyarakat makin menghendaki pemberian bekal kecakapan kerja secara instan bagi peserta didik agar segera dapat hidup mandiri secara layak.
LPKS merupakan lembaga pendidikan kejuruan yang secara instan dapat mempersiapkan tenaga kerja terampil tingkat dasar dan menengah dengan berbagai spesifikasi. Salah satu spesifikasi kejuruan yang menjanjikan masa depan lebih mapan adalah Pelatihan Las. Karena secara faktual infrastruktur pembangunan fisik suatu negara makin banyak yang menggunakan aplikasi pengelasan. Seperti bidang transportasi, properti, komunikasi, elektronika dan sipil. Banyak fasilitas yang menggunakan teknologi pengelasan.
Seiring perkembangan zaman, teknologi pengelasan juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Cakupan materi standar minimal beradaptasi secara bertahap. Muatan kurikulum senantiasa menyesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Asumsi logik adalah anggapan bahwa kemapanan kurikulum pendidikan, secara spesifik menjadi trade mark suatu lembaga. Alumni yang dihasilkan tak perlu susah payah berebut lowongan pekerjaan, karena kualifikasi, kompetensi dan porsinya sudah jelas. Mereka bisa mandiri dengan life skills yang diperoleh atau siap mengisi job discription di lembaga, instansi, industri dan grup usaha tertentu.
B. MAKSUD DAN TUJUAN PELATIHAN LAS
Masud pelatihan las, untuk memenuhi sebagian kecil tuntutan masyarakat. Yakni telah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan las bebasis kemasyarakatan yang lebih terjangkau. Tujuan pelatihan las adalah mempersiapkan tenaga pengelasan yang terampil, siap kerja sesuai life skills yang telah dimilikinya baik untuk mengisi lowongan kerja maupun untuk membuka bengkel las secara mandiri.
C. SASARAN PELATIHAN LAS
Sasaran pelatihan las adalah tamatan sekolah menengah pada awal usia produktif yang berjumlah 20 (dua puluh) orang tiap angkatan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok kerja untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelatihan. Tiap kelompok berjumlah 10 (sepuluh) orang dipandu seorang istruktur dibantu seorang teknisi las yang berpengalaman.

BAB II
PROGRAM PELATIHAN

A. KEBUTUHAN PELATIHAN LAS

Dengan makin tingginya kebutuhan tenaga pengelasan yang terampil, maka kebutuhan pelatihan las menjadi penting untuk dilaksanakan. Berbagai variasi teknik pengelasan yang digunakan di seluruh dunia, masih tetap menggunakan teknik dasar pengelasan busur manual sebagai kompetensi dasar teknik las.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, kebutuhan pelatihan las busur manual sebagai kompetensi dasar teknik pengelasan pada umumnya menjadi penting untuk dilaksanakan. Karena tanpa kompetensi dasar tidak mungkin untuk mempunyai kompetensi lanjut.

B. KURIKULUM DAN SILABUS PELATIHAN LAS
Kurikulum yang dikembangkan pada pelatihan las busur manual mengacu kepada aspek kebutuhan minimum seorang tenaga pengelasan terampil yang siap kerja. Di sisi lain aspek efisiensi dan efektivitas materi pelatihan menjadi dasar penyusunan kurikulum pelatihan las.
Kurikulum pelatihan las busur manual tingkat dasar mencakup :
1. Las Busur Manual
a. Perangkat Las Busur Manual
b. Teknik Penyalaan Las Busur Manual
c. Sambungan Las Busur Manual Posisi Bawah Tangan, Horisontal, dan Vertikal
1) Sambungan I Posisi Bawah Tangan, Horisontal, dan Vertikal
2) Sambungan T Posisi Bawah Tangan, Horisontal, dan Vertikal
3) Sambungan Pipa Posisi Bawah Tangan, Horisontal, dan Vertikal
4) Project Work
2. Bahan dan Pengolahan
a. Logam Ferro dan Non-Ferro
b. Pengolahan Bahan
1) Pemotongan Bahan
2) Pengeboran bahan
3) Pengikiran dan Penggerindaan Bahan
3. Gambar Teknik dan Finishing
a. Gambar sambungan las dan kampuh las
b. Gambar sambungan I, T dan Pipa
c. Finishing Hasil Las
1) Pemeriksaan Kesalahan Las
2) Pengujian Hasil Las
4. Kunjungan Industri dan Studi Banding ke Bengkel Pengelasan di Tegal dan sekitarnya
Silabus Pelatihan Las Tingkat Terampil pada halaman berikutnya.

JOB DESKRIPSI STRUKTUR MA….. TAHUN PELAJARAN ….

1. Kepala Madrasah
Kepala Madrasah mempunyai tugas memimpin seluruh pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan pengajaran di madrasah. Uraian pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh Kepala Madrasah adalah sebagai berikut:
a. Mengatur penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di madrasah
b. Mengatur penyelenggaraan urusan tata usaha madrasah
c. Mengatur penyelenggaraan urusan kepegawaian
d. Mengatur penyeleggaraan urusan keuangan madarasah
e. Mengatur penyelenggaraan urusan sarana dan peralatan madrasah
f. Mengatur peyelenggaraan urusan rumah tangga madarasah
g. Mengatur penyelenggaraan urusan asrama
h. Mengatur penyelenggaraan urusan perpustakaan dan Laboratorium
i. Mengatur pembinaan kesiswaan
j. Mengatur hubunga antara pimpinan, guru dan siswa
k. Menyelenggarakan hubungan dengan orang tua siswa dan masyarakat
l. Melakukan pengendalian pelaksanaan seluruh kegiatan di masyarakat
m. Melakukan tugas tugas lain yang diberikan atasan

2. Wakil Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah pada MA adalah 1 (satu) orang. Untuk itu dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan paling banyak 4 orang.
Wakil Kepala Sekolah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana, pembuatan program kegiatan dan program pelaksanaan,
b. Pengorganisasian,
c. Pengarahan,
d. Ketenagaan,
e. Pengkoordinasian,
f. Pengawasan,
g. Penilaian,
h. Identifikasi dan pengumpulan,
i. Penyusunan laporan.

Wakil Kepala Sekolah pada Madrasah Aliyah membantu Kepala Sekolah dalam urusan-urusan sebagai berikut :

A. URUSAN KURIKULUM
1) Menyusun program pengajaran;
2) Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal pelajaran;
3) Menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan umum serta ujian akhir;
4) Menerapkan kriteria persyaratan naik/tidak naik dan kriteria kelulusan;
5) Mengatur jadwal penerimaan buku Laporan Penilaian Hasil Belajar dan STTB;
6) Mengkoordinasikan dan mengarahkan penyusunan satuan pelajaran;
7) Menyusun laporan pelaksanaan pelajaran;
8) Membina kegiatan MGMP;
9) Membina kegiatan sanggar PKG/MGMP/Media;
10) Menyusun laporan pendayagunaan sanggar PKG/MGMP/Media;
11) Melaksanakan pemilihan guru teladan; dan
12) Membina kegiatan lomba-lomba bidang akademis, seperti : LPIR, LKIR, IMO, IPHO/TOFI, mengarang dan lain-lain.

B. URUSAN KESISWAAN
1) Menyusun program pembinaan kesiswaan/OSIS
2) Melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian kegiatan siswa/OSIS dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah serta pemilihan pengurus OSIS;
3) Membina pengurus OSIS dalam berorganisasi;
4) Menyusun program dan jadwal pembinaan siswa secara berkala dan insidental,
5) Membina dan melaksanakan koordinasi keamanan, kebersihan, ketertiban, kerindangan, keindahan dan kekeluargaan (6K);
6) Melaksanakan pemilihan calon siswa teladan dan calon siswa penerima beasiswa;
7) Mengadakan pemilihan siswa untuk mewakili sekolah dalam kegiatan di luar sekolah;
8) Mengatur mutasi siswa;
9) Menyusun program kegiatan ekstrakurikuler; dan
10) Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan kesiswaan secara berkala.


C. URUSAN HUBUNGAN MASYARAKAT
1) Mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah dengan orang tua/wali siswa;
2) Membina hubungan antar sekolah dengan BP3;
3) Membina pengembangann hubungan antara sekolah dengan lembaga pemerintah, dunia usaha, dan lembaga sosial lainnya; dan
4) Menyusun laporan pelaksanaan urusan sarana dan prasarana secara berkala.

D. URUSAN SARANA PRASARANA
1. Menyusun rencana kebutuhan sarana prasarana
2. Mengkoordinasikan pendayagunan sarana prasarana
3. Mengelola pembiayaan alat-alat pengajaran
4. Menyusun laporan pelaksanaan urusan sarana prasarana secara berkala

E. WAKIL URUSAN KEAGAMAAN
1. Menyusun program pengajaran
2. Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal pelajaran
3. Mengatur jadwal penerimaan buku laporan penilaian hasil belajar
4. Berkoordinasi dengan Madrasah Induk
5. Mengkoordinasikan pengelolaan kegiatan akademik, kesiswaan

F. WAKIL URUSAN KETERAMPILAN
1. Mengkoordiansikan kegiatan ekstra kurikuler terstruktur ( Komputer, tata busana
Pertanian berbasis perikanan, pengelasan, bahasa Inggris, Kitab kuning)
2. Menyusun program pengajaran keterampilan
3. Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal kegiatan keterampilan
4. Mengatur jadwal penerimaan buku laporan penilaian hasil belajar ketr.
5. Mengkoordinasikan kegiatan dengan DEPNAKER, DEPAG

H. PEMBINA SISWA ( BP )

1. PEMBINA SISWA BIDANG KETERTIBAN
a. Melaksanakan tata tertib sekolah
b. Melaksanakan baris berbaris
c. Melaksanakan wisata alam, kelestarian alam dan lingkungan

2. PEMBINA SISWA BIDANG KEPRIBADIAN DAN BUDI PEKERTI
a. Melaksanakan tata krama pergaulan
b. Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran rela berkorban dengan jalan melaksanakan perbuatan amal untuk meringankan beban dan penderitaan orang lain
c. Meningkatkan sikap hormat siswa kepada orang tua, guru, dan sesama siswa di lingkungan masyarakat

3. PEMBINA SISWA BIDANG BELA NEGARA
a. Melaksanakan upacara bendera pada setiap hari Sabtu dan hari besar Nasional
b. Melaksanakan bakti sosial / masyarakat
c. Mengadakan lomba-lomba yang berkaitan dengan penanaman sikap nasionalisme

4. PEMBINA SISWA BIDANG ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
a. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa dalam OSIS sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing
b. Membentuk kelompok belajar berdasarkan ketekunan, kepandaian, kebersihan, ketertiban, keindahan,kekeluargaan , dan kerindangan
c. Melaksanakan latihan kepemimpinan siswa
d. Mengadakan forum diskusi ilmiah
e. Mengadakan media komunikasi OSIS (Bulletin, majalah didnding, DLL)

5.PEMBINA SISWA BIDANG KETERAMPILAN DAN KEWIRAUSAHAAN
a. Meningkatkan keterampilan dalam menciptakan suatu barang lebih berguna
b. Meningkaatkan keterampilan I bidang teknik, elektronika, pertanian, dan peternakan
c. Meningkatkan usaha keterampilan tangan
d. Meniongkatkan usaha koperasi sekolah unit usaha dan unit produksi
e. Meningkatkan penyelenggaraan perpustakaan sekolah
f. Melaksanakan praktik kerja Nyata dan PKL

6. PEMBINA SISWA KESEGARAN JASMANI DAN BIDANG KREASI SENI
a. Meningkatkan kesdaran hidup sehat di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat
b. Melakasanakan usaha kesehatan sekolah
c. Melaksanakan pemeliharaan keindahan sekolah, penghijauan, dan kebersihan sekolah
d. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, minuman keras, dan merokok
e. Melaksankan senam pagi Indonesia, senam kesegaran jasmani, dan olah raga lainnya
f. Mengembangkan “MOTTO SEKOLAH”

7. PEMBINA SISWA BIDANG DAYA KREASI
a. Mengembangkan wawasan dan ketermpilan siswa di bidang seni suara, seni tari, seni rupa, seni drama, musik dan fotografi
b. Menyelenggarakan sanggar berbagai macam seni
c. Meningkatkan daya cipta seni
d. Mementaskan, memamerkan berbagai cabang seni , baik karya siswa, maupun karya seni di luar lingkungan sekolah

2. GURU
Guru bertanggung jawab kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Tugas dan tanggung jawab seorang guru meliputi:
A. Membuat program pengajaran;
1) Analisis Materi Pelajaran (AMP)
2) Program Tahunan/Cawu
3) Program Satuan Pelajaran (Satpel)
4) Program Rencana Pengajaran (RP)
5) Program Mingguan Guru
6) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
B. Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
C. Melaksanakan kegiatan penilaian belajar, ulangan harian, catur wulan/tahunan;
D. Melaksanakan analisis hasil ulangan harian;
E. Menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan;
F. Mengisi daftar nilai siswa:
G. Melaksanakan kegiatan membimbing guru dalam kegiatan proses belajar mengajar;
H. Membuat alat pelajaran/alat peraga;
I. Menciptakan karya seni;
J. Mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakatan kurikulum;
K. Melaksanakan tugas tertentu di sekolah;
L. Mengadakan pengembangan bidang pengajaran yang menjadi tanggung jawabnya;
M. Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing-masing siswa;
N. Meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pelajaran;
O. Mengatur kebersihan ruang kelas dan ruang praktikum;
P. Mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan pangkatnya.

3. Wali Kelas
Wali Kelas membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pengelolaan kelas,
b. Penyelenggaraan administrasi kelas yang meliputi:
1) Denah tempat duduk siswa,
2) Papan absensi siswa,
3) Daftar pelajaran kelas,
4) Daftar piket kelas,
5) Buku absensi siswa,
6) Buku kegiatan pembelajaran/buku kelas, dan
7) Tata tertib kelas.
c. Penyusunan/pembuatan statistik bulanan siswa,
d. Pengisian daftar kumpulan nilai siswa (legger),
e. Pembuatan catatan khusus tentang siswa,
f. Pencatatan mutasi siswa,
g. Pengisian buku Laporan Penilaian Hasil Belajar,
h. Pembagian buku Laporan Penilaian Hasil Belajar.

4. Koordinator Pengelola Laboratorium/Ruang Media Belajar Koordinator Pengelola membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Merencanakan pengadaan alat dan bahan laboratorium IPA, Bahasa, Komputer, dan Media Belajar;
b. Mengkoordinasikan jadwal dan tata tertib pendayagunaan/pemanfaatan laboratorium/ ruang media belajar secara terpadu;
c. Menyusun dan mengkoordinasikan program tugas setiap Penanggung jawaban Pengelola Laboratorium dan Media Belajar;
d. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan laboratorium dan media belajar.

5. Pengelola Laboratorium/Penanggung jawab Pengelola Laboratorium
Pengelola laboratorium membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kagiatan sebagai berikut :
a. Merencanakan pengadaan alat dan bahan laboratorium;
b. Menyusun jadwal dan tata tertib penggunaan laboratorium;
c. Menyusun program tugas-tugas laboran;
d. Mengatur penyimpanan dan daftar alat-alat laboratorium;
e. Memelihara dan perbaikan alat-alat laboratorium;
f. Menginventarisasi dan mengadministrasikan alat-alat laboratorium; dan
g. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan laboratorium.

6. Kepala Tata Usaha Sekolah
Kepala Tata Usaha Sekolah bertanggung jawaban kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan sekolah meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Menyusun program tata usaha sekolah; ( Ishaq )
b. Mengelola keuangan sekolah; ( Nelli )
c. Mengurus administrasi ketenagaan dan siswa; ( Ishaq – Jamil )
d. Membina dan pengembangan karir pegawai tata usaha sekolah;
e. Menyusun administrasi perlengkapan sekolah; ( Jamil )
f. Menyusun dan penyajian data/statistik sekolah; ( Jamil )
g. Mengkoordinasikan dan melaksanakan 6K; ( Jamil )
h. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pengurusan ketatausahaan secara berkala. ( Ishaq )

7. Laboran Laboratorium IPA (Fisika, Biologi, dan Kimia).
Laboran laboratorium IPA membantu Kepala Sekolah dan Penanggung jawab/Guru Pengelola Laboratorium Fisika, Biologi, dan Kimia dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Merencanakan pengadaan alat-alat/bahan kimia laboratorium IPA (Fisika, Biologi, dan Kimia);
b. Membantu menyusun jadwal dan tata tertib pendayagunaan laboratorium IPA (Fisika, Biologi, dan Kimia);
c. Menyusun program kegiatan laboran;
d. Mengatur pembersihan, pemeliharaan, perbaikan dan penyimpanan alat-alat/bahan-bahan kimia laboran IPA;
e. Menginventarisasi dan mengadministrasikan alat-alat/bahan-bahan kimia laboran IPA;
f. Menyusun laporan pendayagunaan/pemanfaatan laboratorium IPA.

8. Teknisi Laboratorium AVA / Bahasa
Teknisi Laboratorium Bahasa membantu Kepala Sekolah dan Penanggung jawab/Guru Pengelola Laboratorium Bahasa dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Merencanakan pengadaan alat-alat media;
b. Membantu menyusun jadwal dan tata tertib Pendayagunaan Laboratorium Bahasa;
c. Menyusun program kegiatan teknisi laboratorium bahasa;
d. Mengatur penyimpanan, pemeliharaan, dan perbaikan alat-alat laboratorium bahasa;
e. Menginventarisasi dan mengadministrasikan alat-alat laboratorium bahasa; dan
f. menyusun laporan pendayagunaan/pemanfaatan laboratorium bahasa.

9. Teknisi Laboratorium Komputer/Akuntansi
Teknisi Laboratorium Komputer/Akuntansi membantu Kepala Sekolah dan Penaggung jawab/ Guru Pengelola Laboratorium Komputer/Akuntansi dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Merencanakan pengadaan alat-alat komputer baik perangkat keras maupun lunak;
b. Membantu menyusun jadwal dan tata tertib Pendayagunaan/Pemanfaatan Komputer;
c. Menyusun program kegiatan teknisi laboratorium komputer;
d. Mengatur penyimpanan, pemeliharaan, dan perbaikan alat-alat komputer;
e. Menginventarisasi dan mengadministrasikan alat-alat/perangkat komputer; dan

10 Teknisi Media
Teknisi media membantu kepala sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Merencanakan pengadaan alat-alat media;
b. Menyusun jadwal dan tata tertib penggunaan media;
c. Menyusun program kegiatan teknisi media;
d. Mengatur penyimpanan, pemeliharaan dan perbaikan alat-alat media;
e. Menginventarisasi dan mengadministrasikan alat-alat media;
f. Menyusun laporan pemanfaatan alat-alat media.

Bio Energi: Bukan Sekedar energi Alternatif

Selama ini bio energi diposisikan sebagai energi alternatif. Posisi alternatif terkesan tidak penting dan hanya berguna pada keadaan darurat. Untuk saat ini bolehlah istilah itu digunakan, namun penulis meyakini dengan semakin langkanya energi yang bersumber dari fosil yang tak terbarukan maka istilah tersebut akan bergeser. Pada saatnya nanti bio energi menjadi energi utama, bukan sekedar alternatif.
Kini era minyak murah dunia telah berakhir. Perang, konsumsi yang meningkat, dan menipisnya cadangan minyak mentah dunia menjadi faktor melambungnya harga minyak. Dunia tidak lama lagi akan mengalami krisis energi. Menurut Energy Information Administration yang merupakan bagian dari Departemen Energi AS (dalam International Energy Outlook, 2005) memperkirakan dalam rentang waktu 23 tahun yakni dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2025 terjadi peningkatan konsumsi minyak dunia yang fantastis, sebesar 57 persen (Kompas, 20 Agustus 2005, hlm: 37). Kenaikan tersebut terdistribusikan dalam tabel di bawah ini:
Konsumsi Energi Dunia 1990 – 2025 (Dalam Kuadriliun British Thermal Unit)
Kawasan 1990 2002 2015 2025 Pertumbuhan rata-rata tahunan
1990-2002 2002-2025
Negara Maju 183,6 213,5 247,3 271,8 1,3 1,1
Perekonomian dalam transisi 76,2 53,6 68,4 77,7 -2,9 1,6
Negara sedang berkembang 88,4 144,3 237,8 295,1 4,2 3,2
Asia 51,5 88,4 155,8 196,7 4,6 3,5
Timur Tengah 13,1 22,0 32,4 38,9 4,4 2,5
Afrika 9,3 12,7 19,3 23,4 2,7 2,7
Amerika Tengah dan Selatan 14,5 21,2 30,4 36,1 3,2 2,3
Total Dunia 348,2 411,5 553,5 644,4 1,4 2,0
Sumber : Kompas, 20 Agustus 2005

Dengan peningkatan konsumsi seperti tabel diatas maka dalam kurun waktu 36,5 tahun (sejak tahun 2002) cadangan minyak akan ludes.
Kerisauan akan ludesnya minyak dunia mau tidak mau memicu setiap negara untuk melakukakan langkah ekstensifikasi maupun diversifikasi. Langkah ekstensifikasi berarti mencari sumber energi lain (bukan berasal fosil) dan diversifikasi berarti memperbanyak alternatif lagi dengan bahan dasar minyak dicampur dengan unsur lain.
Selama ini belum ada langkah ekstensifikasi energi, jikapun ada baru sebatas simulasi seperti pemanfaatan energi surya untuk penggerak mobil. Dengan demikian langkah terbaik untuk saat ini adalah diversifikasi energi.

Kondisi Indonesia
Pemerintahan Indonesia menyadari betul akan adanya krisis energi. Kesadaran tersebut dapat dicermati dengan ditetapkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Lain. Dan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Baik Inpres dan Perpres tersebut pada dasarnya menekankan kepentingan bio energi.
Menghadapi krisis ennergi tersebut Kurtubi (2005) mewacanakan pentingnya dibangun kebun energi. Kebun energi nantinya akan menjadi penyuplai bahan bakar nabati (sebagai campuran) yang berupa jarak pagar, singkong, tebu, kacang-kacangan, jagung, kelapa, kelapa sawit, bunga matahari, dan lain sebagainya.
Sebagai negara yang luas, Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk pengembangan bio energi. Hanya saja selama ini belum tergarap dengan baik karena beberapa hal: petama; minimnya riset yang berkaitan dengan bio energi, kedua; belum adanya sinergitas antara masyarakat dengan pemerintah dalam pengembangan bio energi, ketiga ; masih sedikitnya petani plasma sebagai partner dalam pengembangan bio energi, ketidaktersediaan alat sederhana untuk pengolahan bio energi dalam home industri maupun UKM (Usaha Kecil Menengah).

Langkah Strategis
Menghadapi krisis energi memerlukan langkah strategis semua pihak. Produsen, peneliti, dan pemerintah harus sinergis sehingga tidak timbul anomali program bio energi. Posisi pemerintah dalam program bio energi tidaklah cukup dengan mengeluarkan Inpres maupun Perpres, yang paling ditunggu adalah regulasi nyata dalam program ini. Dalam hal ini pemerintah harus memfasilitasi dan memberi insentif terhadap riset-riset yang concern dalam bidang bio energi, jika perlu memfasilitasi dalam pemberian hak paten terhadap hasil penelitian. Dalam kaitanya dengan produsen maka pemerintah memfasilitasi pengadaan bio energi dari hulu sampai hilir. Dalam hal produksi maka pemerintah harus memperhatikan pemasok bahan baku bio energi (dalam hal ini petani) sampai pengolah (pemroduksi bio energi).
Dengan demikian maka program bio energi sejatinya program pemberdayaan petani, UKM, dan BUMN bidang energi. Dalam kaitanya dengan pemberdayaan petani (khususnya petani plasma) dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Survei lahan yang cocok untuk tanaman sumber bio energi, dapat pula memanfaatkan proyek lahat gambut yang terlantar.
2. Pengadaan bibit, pupuk, dan pembinaan menyangkut karakteristik produksi tanaman yang standar untuk pengolahan bio energi, semisal ukuran, kadar air, umur, dan lain sebagainya.
3. Pemberian kredit lunak terhadap petani plasma.
4. Membuka selebar-lebarnya peluang untuk menjadi petani plasma
5. Memberi insentif dan penghargaan khusus kepada petani yang berhasil.
6. Membangun sentra-sentra bio energi.
UKM dalam program ini dapat memposisikan diri dalam pengadaan mesin-mesin dari yang tepat guna (sederhana) sampai yang canggih, serta dapat menjadi broker bahan setengah jadi kepada BUMN atau perusahaan swasta lainnya.
Kelangsungan energi masa depan bergantung pada kemampuan melakukan diversifikasi dan ekstensifikasi energi, dan eksistensi suatu negara sangat ditopang oleh kondisi energi nasionalnya. Indonesia sebagai negara yang kaya akan potensi nabatinya sudah seharusnya menjadikan rintisan bio energi sebagai energi utama, bukan sekedar alternatif.

Implementasi Lesson Study dengan Pendekatan Multy Creative Learning Abstract

Pendahuluan
Tujuan lesson study adalah memotivasi peserta didik aktif belajar mandiri. Belajar mandiri merupakan usaha individu pembelajar untuk mencapai suatu kompetensi akademis. Dengan demikian dalam belajar mandiri pembelajar menentukan tujuan pembelajarannya, merencanakan prosesnya, menggunakan sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan-keputusan akademis, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajar (Brookfield dalam Paulinna Pannen, dkk. 2001). Model belajar mandiri adalah student centered, berpusat pada siswa. Tugas guru dalam belajar mandiri sebagai fasilitator dan mediator, tidak lagi memposisikan diri sebagai aktor utama yang mendominasi pembelajaran.
Realitas menunjukkan, sampai dengan sekarang belajar mandiri kurang berjalan dengan baik. Sepanjang pengamatan penulis, beberapa faktor penghambat dalam belajar mandiri adalah:
1. Kurangnya inovasi dalam pembelajaran sehingga cenderung menggunakan pola lama yakni pembelajaran yang berpusat pada guru.
2. Kurangnya pemanfaatan sumber daya sekitar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
3. Belum terbentuknya komunitas keilmuan di lingkungan sekolah sehingga minim kegelisahan akademik baik pada level guru maupun siswa.
4. Ketiadaan program sister school yang berorientasi pada kualitas peningkatan pembelajaran.
5. Komunitas guru antarsekolah dalam program MGMP belum berjalan dengan optimal, program yang dilaksanakan sebatas pemenuhan administrasi profesi.
Tulisan ini berupaya menemukan breaktrough sehingga lesson study dapat diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas dengan menitikberatkan pada model-model pembelajar atau strategi pembelajaran sebagai bentuk inovasi pembelajaran dan sebagai upaya menjadikan siswa tergugah untuk belajar mandiri sebagaimana tujuan lesson study.
Siklus Lesson Study
Ada tiga siklus dalam lesson study. Prinsipnya siklus selalu kontinyu, berulang untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Hendayana (dalam Parmin, 2008) tiga siklus dalam lesson study berupa plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan see (merefleksi). Secara skematis digambarkan sebagai berikut:






Rencana yang dimaksud dalam siklus ini adalah rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran merupakan rencana jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran (Khaerudin dan Mahfud Junaedi, 2007). Dalam perencanaan beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian.
Dalam perencanaan terdapat beberapa prinsip yang dapat dikembangkan yakni:
1. Kompetensi yang dirumuskan dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran harus jelas.
2. Rencana yang disusun harus sederhana dan fleksibel.
3. Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam rencana pelaksanaan menunjang ketercapaian kompetensi yang digariskan.
4. Utuh dan menyeluruh.
5. Dikoordinasikan dengan lingkungan dan seluruh stakeholder sekolah.
Rencana pembelajaran yang disusun lebih mengerucut lagi dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran berisi garis besar apa yang akan dikerjakan oleh guru dan peserta didik. Dengan demikian RPP menekankan pada action guru dan murid. Agar model pembelajaran guru variatif maka diperlukan MCL (Model Creative Learning).
Do (melaksanakan) berangkat dari perencanaan. Melaksanakan merupakan bentuk tindakan yaitu tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana (Suwarsih Madya, 1994). Dalam praktiknya tindakan atau pelaksanaan dituntun oleh perencanaan, namun tidak mutlak mengikuti perencanaan karena yang dihadapi adalah dunia nyata (siswa di kelas atau laboratorium).
Dalam siklus kedua ini dilakukan observasi. Observasi dilaksanakan untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait, artinya tindakan sebagai buah dari perencanaan diobservasi sebagai bahan refleksi sekarang dan sebagai pijakan pada siklus berikutnya. Observasi penting dilaksanakan karena dalam praktik senantiasa terbatas oleh kendala dan terdapat celah untuk perbaikan.
Siklus yang ketiga adalah see (merefleksikan). Refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dikembangkan dalam perencanaan dan tindakan.

Multy Creative Learning
Multy Creative Learning atau MCL didefinisikan sebagai model –model pembelajaran atau model-model strategi pembelajaran. Implementasi dari setiap strategi harus melihat kondisi, kompetensi dasar, materi, apersepsi dari siswa, dan tentu model pengelolaan kelas yang diterapkan (klasikal atau individual). Dalam strategi pembelajaran paling tidak ada 46 model dan bentuk penilaian proses pembelajaran setidaknya terdapat 18 strategi (Hisyam Zaini, dkk., 2002).
Ke-46 model atau strategi pembelajaran yang dimaksud adalah critical incident, prediction guide, teks acak, reading guide, group resume, prediksi kawan, assessment search, quistions students have, instant assessment, active knowledge sharing, true or fals, inquiring minds want to know, listening teams, guided note taking, synergetic teaching, guided teaching, active debate, point-counterpoint, reading aloud, learning starts with quistion, planted quistions, information search, card short, the power of two, team quiz, jigsaw learning, every one is teacher here, peer lessons, learning contract, index card math, giving questions and getting answer, croosword puzzle, physical self assessment, keep on learning, modeling the way, billboard ranking, silent demonstration, practice rehearsal pairs, lightening the learning climate, metode ceramah, role play, the learning cell, diskusi, dan bermain jawaban (Hisyam Zaini, dkk., 2002).

Idealnya guru sebagai fasilitator dan mediator mempelajari berbagai ragam pembelajaran tersebut yang nantinya diaplikasikan dan divariasikan dalam pembelajaran.

Implementasi Strategi Pembelajaran dalam Lesson Study
Dalam implementasi strategi pembelajaran dalam lesson study tentu berangkat dari siklus pertama yakni perencanaan. Dalam konteks ini guru mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar, pengelolaan kelas, dan karakteristik materi serta tingkat kesukaran. Langkah berikutnya adalah memilih strategi yang paling tepat agar daya serap siswa maksimal dan mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri.

Ayo Lestarikan Hutan

Lestari hutanku, lestari alamku, lestari tanah airku. Lestari adalah kelanggengan, keberlanjutan, sustainability, lestari tidak ada jika tidak diciptakan. Salah satu unsur kehidupan yang harus dilestarikan adalah kelestarian lingkungan hidup. Hutan merupakan salah satu bagian penting dari lingkungan hidup, bahkan bagian terpenting karena hutan adalah paru-paru dunia.
Banyak cara untuk melestarikan hutan, setiap individu memiliki cara tersendiri, namun banyak yang tidak memanfaatkan kapasitas diri untuk melestarikan hutan, bahkan terkadang justru merusaknya baik disadari maupun tidak. Hal penting yang perlu ditanamkan pada setiap individu adalah bagaimana berperan atau berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian hutan sebagai bagian terpenting dari lingkungan hidup. Partisipasi dari setiap individu ada jika ada yang menjadi volunteer dan ada yang mengajak . Untuk itu setidak-tidaknya yang perlu dilakukan adalah mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk melestarikan hutan.
Tidak semua individu tertarik dan mau mengikuti ajakan seseorang. Itu wajar, karena bisa jadi ajakan tidak menarik, susah dimengerti, tidak operasional, atau ajakan itu hanya sekedar jargon yang tendensius. Bahkan bisa jadi ajakan itu disikapi secara skeptis jika dilakukan oleh figur-figur yang memiliki track record kurang bagus dimata masyarakat. Mengajak tidak cukup hanya dengan wacana dan tidak cukup pula melalui iklan di media cetak atau elektronik. Ajakan akan diikuti jika ajakan itu menyentuh hati individu yang diajak. Dengan kata lain ajakan itu harus mampu menghipnosis individu yang diajak.
Mengajak yang efektif
Meminta seseorang untuk mengikuti kemauan kita tentu harus memperhatikan banyak hal antara lain waktu, karakteristik yang diajak, dan mengemas isi ajakan dengan baik. Waktu menjadi variabel penting yang haruis diperhatikan, ajakan tidak efektif jika kondisi masyarakat sedang kacau, chaos karena faktor ekonomi, alam, dan atau isu politik yang tidak menentu.

Contoh Proposal

I. KERANGKA DASAR PEMIKIRAN

Pada masa sekarang, kemampuan berbahasa merupakan syarat mutlak untuk dapat berkomunikasi, mempelajari perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, mengingat bangsa Indonesia merupakan pasar terbesar dunia dalam WTA (World Trade Assosiation).
Madrasah Aliyah Al Hikmah 2 Jurusan Keagamaan (MAK) yang berlokasi di pondok pesantren salah satu penyelenggara jasa pendidikan yang bertujuan untuk memproduksi tenaga ahli di bidang agama yang sesuai dengan tuntutan zaman, berusaha menjawab tantangan yang semakin kompleks dengan cara memodifikasi kurikulum pendidikan dengan mengintegrasikan kurikulum keterampilan dalam PBM (Proses Belajar Mengajar). Ketrampilan yang diintegrasikan dalam kurikulum MAK Al Hikmah 2 ini adalah ketrampilan Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Kajian Kitab Turats. Bentuk lain dari modifikasi kurikulum yang diberlakukan adalah dengan menambah masa belajar siswa siswa MAK dengan tujuan terpenuhinya standar kurikulum nasional, kurikulum pesantren dan juga kurikulum keterampilan, sehingga siswa-siswa MAK Al Hikmah menempuh masa studi 4 tahun. Tahun pertama adalah Kelas Persiapan (Matriculation) dimana siswa hanya menerima beberapa pelajaran yang merupakan pelajaran ilmu alat seperti Nahwu Shorof, B. Inggris, B. Arab, B. Indonesia dan Matematika, sehingga ketika masuk pada tahap kelas lanjutan siswa sudah siap belajar dengan media pengajaran berbahasa Arab dan Inggris.
Bahasa Inggris dan Bahasa Arab terus membenahi kurikulum sebagai software dalam PBM dan juga peralatan-peralatan laboratorium sebagai hardware guna memperoleh kegiatan pembelajaran yang optimal.
Untuk mengevaluasi pembelajaran Bahasa Inggris, setiap akhir tahun pelajaran , siswa spesifikasi Bahasa Inggris mengikuti program luar sekolah, yaitu School’s Out Programme (SOP) di pusat – pusat turisme di Yogyakarta dan Jateng, di samping test tertulis. Sejak tahun pelajaran 2002/2003 sampai sekarang, pengukuran kemampuan penguasaan Bahasa Inggris mereka dilakukan melalui Test TOEFL (kerjasama dengan PPB UGM); dan berdasarkan hasil tes tersebut, kemampuan bahasa Inggris mereka cukup menggembiran. Hampir 60% siswa TOFL memeperoileh nilai di atas 400.
Sementara itu, suatu PBM dapat berjalan dengan efektif bila seluruh komponen yang berpengaruh dalam PBM salaing mendukung untuk mencapai tujuan, yang apabila komponen-komponen tersebut di gambarkan dalam skema adalah sebagai berikut:
















Pemberlakuan kurikulum hasil modifikasi adalah salah satu wujud konkret dari efisiensi PBM dengan keterkaitan eleme-elemen di atas, terutama pondok pesantren yang secara otomatis mempunyai komunitas ilmiah yang sangat mendukung. Memperhatikan bagan di atas maka hal yang masih sangat perlu dikembangkan adalah justru fasilitas-fasilitas teknisnya ( hardware).

II. TUJUAN

1. MAK Al hikmah 2 Benda berusaha untuk menyiapkan lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan yang komprehensip baik pengetahuan agama maupun umum.
2. Intensifikasi bahasa diarahkan untuk terciptanya komunitas yang lancar berbahasa Inggris dan berbahsa Arab.

III. PELAKSANAAN

Nama proyek : Pengembangan Program Bahasa MA Kegamaan PP Al Hikmah 2 Kegiatan : Peningkatan fasilitas Program Bahasa
Lokasi : MAK Al Hikmah 2, Pon-Pes Al Hikmah Sub Timur Benda Sirampog Brebes
Biaya : Rincian biaya terlampir
Sumber dana : a. Swadana
b. Bantuan

IV. LAIN – LAIN

A. Data Inventaris laboratorium Bahasa


NO NAMA BARANG KODE BARANG JUMLAH
1 Komputer Win 98 001/AVA/00 1
2 Priter canon 2100SP 002/AVA/00 1
3 TV 29' inch 003/AVA/00 1
4 Tape Recorder 004/AVA/02 1
5 Sound System 005/AVA/00 4
6 Lemari 006/AVA/00 1
7 White Board 007/AVA/00 1
8 AC National 008/AVA/02 1
9 Jam Dinding 009/AVA/00 1
10 Kursi Guru 010AVA/00 1
11 Meja Guru 011AVA/00 1
12 Taplak Meja 012AVA/00 1
13 Kursi Siswa 013AVA/00 26
14 Kaset
15 Tuning In The USA 014/AVA/00 2
16 Step By Step 015/AVA/00 2
17 Qosidah English 016/AVA/02 2
18 Kaset Latihan 017/AVA/02 22
19 Conversation Eng-Ame 018/AVA/00 1
20 Kaset Video 019/AVA/00 1
21 VCD Animal 020/AVA/01 2
22 Buku
23 Step By Step 021/AVA/02 2
24 Tuning In The USA 022/AVA/00 1
25 Kamus Hasta 023/AVA/00 1
26 Kamus Oxford 024/AVA/00 2
27 English Structure 025/AVA/00 1
28 Tata Bahasa English 026/AVA/00 1
29 TOEIC 027/AVA/02 1
30 English in use 028/AVA/00 4
31 English SMA GBPP 1987 029/AVA/00 1
32 English World's Window 030/AVA/00 1
33 Naseerdin 1-4 031/AVA/02 4

















































SUSUNAN PANITIA
PROYEK PENGEMBANGAN LABORATORIUM BAHASA
MA ALHIKMAH 2 BENDA SIRAMPOG BREBES

CConcept Mapping dalam Penyelesaian Soal Integral

I. Pendahuluan
Bagi sebagian besar peserta didik memandang matematika adalah mata pelajaran yang sulit, oleh karena itu sangat sedikit peserta didik yang mengambil program IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) pada tingkat SMA. Menurut penulis letak kesulitan dari mata pelajaran matematika adalah banyaknya aksioma, formula, atau rumus yang saling terkait. Keterkaitannya itu menjadikan matematika tidak dapat dikuasai secara parsial, karena setiap materi terkait dengan materi yang lain, utamanya dasar-dasar matematika.
Dalam bab kalkulus, salah satu standar kompetensi yang harus dicapai adalah menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah di mana kompetensi dasarnya meliputi memahami konsep integral tak tentu dan integral tentu, menghitung integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri yang sederhana, dan menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volum benda putar.
Pembelajaran deduktif yang penulis lakukan pada tahun-tahun sebelumnya penulis sadari kurang efektif. Siswa hanya mampu memecahkan soal ketika rumus penulis berikan, dilain waktu siswa tidak mampu berinovasi terhadap variasi soal, bahkan dengan soal yang mirip sering menemui hambatan.
Dalam pemecahan integral trigonometeri di sekolah penulis, siswa selalu mengalami kesulitan berupa:
1. Menentukan rumus integral apa yang harus digunakan.
2. Menghubungkan soal dengan konsep atau rumus yang lain.
3. Tidak hafal aturan-aturan trigonometri.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dipikirkan metode pembelajaran integral yang efektif dan efisien, untuk itu penulis mengambil inisiatif model concept mapping.



II. Concept Mapping
Dalam perspektif konstruktivisme, belajar adalah proses membangun suatu pemahaman atau struktur pengetahuan yang telah dimiliki (Richardson, 1997). Model pembelajaran konstruktivisme dikembangkan dalam beberapa pendekatan belajar seperti active leraning, jig saw, cooperative learning, collaborative learning, peer group, dan termasuk di dalamnya Concept Mapping.
Concept Mapping adalah cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membantu siswa dalam mengorganisasi materi pelajaran yang telah dipelajari dengan hubungan antar komponen. Konteks Concept Mapping dalam pelajaran matematika berarti mengorganisasi suatu rumus atau konsep dengan rumus atau konsep lain.
Dalam pembelajaran model Concept Mapping yang dilakukan oleh siswa dan guru adalah berkolaborasi untuk menyusun proposisi yakni hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Jika diaplikasikan dalam matematika maka proposisi tidak lebih dari menghubungkan antar formula .
Concept Mapping dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai peta kognitif. Proses penyusunan konsep dengan konsep lain dalam membuat peta kognitif merupakan proses berfikir dan strategi kognitif. Secara khusus peta kognitif berguna untuk (Jonassen, 1987):
1. Menyusun alur konsep atau ide dalam sebuah pembelajaran atau buku menjadi suatu peta sajian.
2. Mengiventarisasi ide-ide yang berhubungan dalam analisis tugas.
3. Merangkum suatu laporan atau bacaan.
4. Mengorganisasi berbagai kegiatan.
5. Mengorganisasikan materi pelajaran untuk ujian.
6. Menemukan kembali pikiran dalam individu.
7. Merupakan salah satu cara untuk menunjukkan jaringan kerja.
8. Mengevaluasi serapan siswa terhadap materi pelajaran.
9. Alat diagnostik kesukaran belajar siswa.

III. Langkah-langkah Penyusunan Concept Mapping
1. Guru menugaskan siswa untuk meringkas fungsi aljabar.
2. Guru menugaskan siswa untuk meringkas fungsi trigonometri.
3. Guru menerangkan konsep integral.
4. Siswa menyusun Concept Mapping dibantu guru.

IV. Hasil Penyusunan Concept Mapping





V. Aplikasi Concept Mapping
Selesaikan soal-soal di bawah ini dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Dari soal di atas tentukan rumus yang relevan (nilai 1 jika benar)
Adakah hubungan soal di atas dengan formula lain (nilai 1 jika benar)
Selesaikan soal di atas dengan menghubungkan antara rumus dasar dan kaitannya dengan rumus yang lain (nilai 3). Skor total tiap soal 5.
1. ∫ x (x2 + 20 6 dx
2. ∫sin2 x dx
3. ∫cos (1-2x) dx
4. ∫ 1/x2 dx

VI. Hasil Nyata
1. Siswa menjadi lebih aktif
2. Siswa lebih cepat memecahkan soal, satu soal yang rata-rata 10 menit menjadi 4,5 menit
3. Siswa mampu menghubungkan antar konsep
4. Secara langsung siswa merangkum materi pelajaran
5. Pelajaran lebih menyenangkan, sebagai indikator keaktifan siswa tinggi
6. Prestasi belajar lebih tinggi, minimal setiap soal berskor 2
7. Siswa yang tidak mampu memperoleh skor 5 dalam setiap soal disebabkan kecerdasan matematisnya kurang atau intensitas latihan di luar kelas rendah.
8. Tidak semua rumus dalam buku harus dihafal, siswa cukup menghafal rumus induk, sebagai contoh:


Rmus A Rumus B
Dari rumus A dan B, tidak usah dihafal keduanya, cukup rumus B. Soal
∫ Sin 4x dx sama halnya dengan ∫ Sin (4x + 0 ) dx, atau b bernilai nol.


VII. Kesimpulan dan Saran
Berdasar pengalaman penulis menerapkan pembelajaran model Concept Mapping disimpulkan sebagai berikut:
1. Siswa menjadi aktif dan prestasi tinggi, dengan kata lain pembelajaran lebih efektif.
2. Model Concept Mapping dapat diaplikasikan dalam berbagai standar kompetensi lainnya, tidak terbatas dalam materi integral.
3. Concept Mapping di atas dapat dilengkapi sesuai standar kompetensi yang diharapkan dari setiap program studi (SMA/MA/SMK).
4. Concept Mapping di atas dapat diaplikasikan dalam berbagai mata pelajaran, terlebih matematika dan sains.

Puasa Dan Peningkatan Intelektualitas siswa

Korelasi antara puasa dan peningkatan intelektualitas sepanjang pengetahuan penulis belum diteliti dan digeneralisasi seberapa besar signifikansinya. Bahkan judul di atas menjadi sangat luas dan perlu kiranya dilakukan pembatasan istilah agar apa yang penulis sampaikan lebih fokus.
Jamak kita ketahui bahwa intelektual yang diterjemahkan sebagai kecerdasan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, gizi, dan lingkungan. Dan tinggi rendahnya intelektual diukur melalui tes Binet yang dikenal dengan tes IQ. Maka menjadi sangat rancu secara statistik jika puasa dikorelasikan dengan intelektual karena untuk mengetahui mestinya dilakukan pengukuran yang nantinya diketahui ada tidaknya perbedaan skor IQ seseorang sebelum dan sesudah menjalankan puasa.
Judul di atas menjadi lebih bermakna jika poin of view tidak terfokus pada tinggi rendahnya kecerdasan siswa berdasar skor IQ, namun lebih pada kualitas intelektual siswa. Dan jika yang ditekankan adalah kualitas siswa maka indikatornya akan subjektif tergantung pada kapasitas setiap individu, artinya kualitas intelektual di sini bersifat relatif.
Menurut penulis puasa adalah sebuah bentuk laku asketik (prihatin) yang dilakukan oleh seorang muslim karena diwajibkan (puasa Ramadhan) dan atau disunnahkan (puasa senin-kamis, puasa 9 dzulhijah). Bahkan banyak orang yang menjalankan ritual dengan berpuasa di luar dua ketentuan tersebut dengan tujuan tertentu seperti memperoleh kekayaan, memperoleh kedudukan, dan lain sebagainya.
Sesumgguhnya tujuan puasa adalah agar seseorang meningkat derajat ketakwaannya, maka sesungguhnya terjadi pergeseran tujuan jika seseorang berpuasa sekedar untuk kaya, sakti atau berkuasa. Orang yang bertakwa adalah orang yang berilmu sekaligus berakal. Ilmu dekat dengan dunia akademis yang berhubungan dengan intelektual sedangkan akal berkaitan dengan penggunaan nalar, logika, dan metodologi.
Berilmu (kognitif an sich) saja tidaklah cukup karena kehidupan beragama sesungguhnya tidak cukup didekati dengan dunia teori, namun juga realitas empirik bahkan meta realitas yang tak kasat mata. Dengan sinergi keduanya maka individu memiliki kecenderungan untuk berfikir logis dengan ilmu yang dimilikinya sehingga memilih jalan Allah. Dan dengan ilmu dan akal pula penulis mengurai korelasi antara puasa dan intelektualitas siswa.
Puasa Ramadhan sebagai bentuk laku asketik ditempuh melalui pengekangan dan pengendalian hawa nafsu. Pengendalian dan pengekangan nafsu tersebut tidak saja dari imsak sampai bedug maghrib namun sebulan penuh, dari detik ke detik dalam seharinya. Orang yang mampu menjalankan puasanya dengan baik dan benar akan memiliki sinyal yang kuat dengan Sang Khaliq. Energi keilahian inilah yang mampu menjadikan seseorang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, dan dengan sendirinya dua kecerdasan yang grade nya berada di bawahnya (intelektual dan emosional) akan include di dalamnya. Orang yang bersih dan suci hatinya akan mudah memperoleh ilmu dari Allah, apalagi ilmu ciptaan manusia yang sifatnya sangat spekulatif (ada kemungkinan untuk salah).
Secara aksiomatis uraian pada paragraf sebelumnya dapat digeneralisasi bahwa kebersihan dan kesucian hati akan mempermudah seseorang untuk meningkatkan kualitas daya serap belajarnya. Aksioma yang penulis susun ini sejujurnya telah menumbangkan teori klasik dalam psikologi kognitif (lihan Jeanette Vos dalam Revolusi Belajar, Kaifa, 1999) yang menyatakan bahwa daya serap hanya didominasi oleh tiga hal yakni visual (mata), auditorial (telinga), dan kinestetik (gerakan tubuh). Dengan kata lain daya serap yang paling tinggi dan menentukan adalah kesucian hati, karena dengan kesucian hati dengan sendirinya siswa akan terbuka matanya untuk selalu melihat apa yang disampaikan guru di kelas, akan mendengarkan apa yang diucapkan gurunya, dan akan meneladani setiap aktivitas yang dilakukan oleh gurunya.
Dalam konteks ini maka yang terpenting adalah bagaimana siswa berpuasa dengan baik dan benar, penuh penghayatan dan kekhusukan. Jika telah dijalani dengan benar maka kerja intelektual siswa akan berjalan dengan lancar dan mudah sehingga memudahkan siswa dalam menyerap materi pelajaran. Dengan daya serap yang tinggi maka akan linier dengan kualitas intelektualnya sebab meningkatnya kualitas intelektual diukur dari seberapa besar ilmu dan pengetahuan yang bisa diserap, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak paham menjadi paham.

Profil Guru Madrasah Ideal

A. Pengertian dan Kedudukan Pendidik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dari segi bahasa, pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang artinya guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah.
Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib. Kata ustadz jamaknya asatidz yang berarti teacher (guru), profesor (gelar akademik), jenjang dibidang intelektual, pelatih, dan penyair. Adapun kata mudarris berari teacher (guru), instruktur (pelatih), lecturer (dosen), Selanjutnya kata muallim yang berarti teacher (guru), trainer (pemandu), dan instructor (pelatih). Sedangkan kata mu’addib berarti educator pendidik atau teacher in Koranic School (guru dalam lembaga pendidikan al-Quran).
Perbedaan kata tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan. Jika menyebut sekolah maka gurunya adalah teacher, jika di perguruan tinggi berari lecturer, jika di rumah disebut tutor. Sedangkan di tempat-tempat pelatihan dinamakan instruktur atau trainer dan pada lembaga agama disebut educator.
Secara terminologis pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam orang yang bertanggung jawab dalam pendidikan adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik. Tanggung jawab tersebut sekurang-kurangnya disebabkan oleh dua hal: pertama ; karena kodrat, yakni kedua orang tua ditakdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya. Kedua; karena kepentingan orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tuanya juga,
Secara garis besar tugas guru mencakup tiga hal:
1. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif).
2. Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotor).
3. Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain.
Dengan demikian tugas guru sejatinya tidak hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan yang berdimensi ranah cipta saja tetapi juga kecakapan yang berdimensi ranah rasa dan karsa. Dengan kata lain tugas guru adalah mengajar dan mendidik.
Sedangkan berdasar PPS IKIP Bandung tahun 1990 yang dikutip Abudin Nata terdapat sepuluh ciri suatu profesi (keguruan) yaitu:
1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial.
2. Memiliki keahlian tertentu.
3. Keahlian diperoleh melalui metode ilmiah.
4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas.
5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu.
6. Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional
7. Memiliki kode etik
8. Kebebasan untuk memberikan judment dalam memecahkan masalah dalam lingkungan kerjanya.
9. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan pofesinya.
Dalam al-Quran pendidik secara garis besar dibagi empat, pertama; Tuhan, Allah SWT. Sebagai guru Allah SWT menginginkan umat manusia menjadi baik dan bahagia hidup di dunia dan di akherat. Sifat-sifat Allah seperti al’alim (berpengetahuan luas) menggambarkan bahwa guru harus berwawasan luas, sifat Pemurah menggambarkan guru juga harus menjadi orang yang tidak kikir terhadap ilmu yang dimilikinya, dan sifat-sifat lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut Allah mengutus para Nabi, dan Nabi Muhammad saw merupakan guru kedua setelah Allah. Dalam kapasitasnya sebagai guru Nabi saw memulai pendidikannya kepada anggota keluarganya yang terdekat, selanjutnya pada orang-orang di sekitarnya.
Selanjutnya pendidik yang ketiga dalam al-Quran adalah orang tua. Al-Quran menyebutkan bahwa sebagai guru orang tua harus mempunyai sifat kesadaran akan kebenaran, dapat bersyukur, serta suka menasehati kepada anaknya untuk tidak mempersekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan shalat, sabar dalam menghadapi cobaan. Sedangkan guru yang keempat adalah orang lain seperti kisah Nabi Musa untuk berguru kepada Nabi Khidir.

B. Karakteristik Kepribadian Guru
Dalam arti sederhana kepribadian adalah sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Kepribadian guru adalah hal yang sangat penting, menurut Prof. Dr. Zakiah Drajat “kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik atau menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil’.

C. Guru yang Ideal
Secara umum guru harus memenuhi dua kategori yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan. Menurut Peter G. Beidler yang dikutip Dede Rosyada terdapat sepuluh kriteria guru yang baik:
a. Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk menjadi guru yang baik. Guru yang baik harus mencoba, dan terus mencoba, dan biarkan siswa-siswa tahu dengan usaha mencoba tersebut, dan bahkan guru juga sangat menghargai siswanya yang senantiasa melakukan percobaan, walaupun para siswa tidak pernah sukses dalam apa yang mereka kerjakan. Dengan demikian, para siswa akan menghargai guru, walaupun sebagai guru sangat mungkin tidak sebaik yang diinginkan .
b. Seorang guru yang baik berani mengambil risiko, berani menyusun tujuan yang sangat muluk, dan berjuang untuk mencapainya.
c. Seorang guru yang baik memiliki sikap yang positif. Seorang guru tidak boleh sinis dengan pekerjaannya, harus bangga dengan profesinya.
d. Seorang guru yang baik tidak punya waktu yang cukup. Guru yang baik tidak punya waktu untuk bersantai, waktunya habis untuk memberikan pelayanan terbaik untuk siswa-siswanya.
e. Guru yang baik berpikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas menjadi orang tua siswa, yakni bahwa guru punya tanggung jawab terhadap siswa sama dengan tanggung jawab terhadap putra-putrinya sendiri dalam batas-batas kompetensi keguruan, yakni guru punya otoritas untuk mengarahkan siswanya sesuai basis kemampuannya.
f. Guru yang baik harus selalu mencoba membuat siswanya percaya diri, karena tidak semua siswa memiliki rasa percaya diri yang seimbang dengan prestasinya.
g. Seorang guru yang baik juga selalu membuat posisi tidak seimbang antara siswa dengan dirinya, yakni dia selalu menciptakan jarak antara kemampuannya dengan kemampuan siswanya, sehingga siswa-siswa senantiasa sadar bahwa perjalanan menggapai kompetensinya masih panjang, dan membuat siswa-siswa terus berusaha untuk menutupi berbagai kelemahannya dengan melakukan berbagai kegiatan dan menambah pengalaman keilmuannya.
h. Seorang guru yang baik selalu mencoba memacu siswa-siswanya untuk hidup mandiri, lebih independent, khususnya untuk sekolah-sekolah menengah atau college, mereka harus sudah mulai dimotivasi untuk mandiri dan independent.
i. Seorang guru yang baik tidak percaya penuh terhadap evaluasi yang diberikan siswanya, karena evaluasi mereka terhadap gurunya bisa tidak objektif, walaupun pernyataan-pernyataan siswa penting sebagai informasi, namun tidak sepenuhnya harus dijadikan patokan untuk mengukur kinerja keguruaannya.
j. Seorang guru yang baik senantiasa mendengarkan terhadap pernyataan –pernyataan siswanya, yakni guru itu harus aspiratif mendengarkan dengan bijak permintaan-permintaan siswa-siswanya, kritik-kritik siswanya, serta berbagai saran yang disampaikan.
Sedangkan menurut Gilbert H. Hunt guru yang baik memenuhi tujuh kriteria:
1. Guru yang baik harus mempunyai sifat antusias, stimulatif, mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi pada tugas dan pekerja keras.
2. Guru yang baik memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus mengikuti kemajuan dalam bidang ilmunya.
3. Guru yang baik juga mampu memberikan jaminan bahwa materi yang disampaikannya mencakup semua unit bahasan yang diharapkan siswa secara maksimal.
4. Guru yang baik mampu menjelaskan berbagai informasi secara jelas, dan terang, memberikan layanan yang variatif, menciptakan dan memelihara momentum, menggunakan kelompok kecil secara efektif, mendororong semua siswa untuk berprestasi, dan lain sebagainya.
5. Guru yang baik mampu memberikan harapan pada siswa, mampu membuat siswa akuntabel. Dan mendorong partisipasi orang tua dalam memajukan kemampuan akademik siswanya.
6. Guru yang baik biasa menerima berbagai masukan, risiko, dan tantangan, selalu memberikan dukungan pada siswanya, konsisten dalam kesepakatan-kesepakatan, dan lainnya.
7. Guru yang baik juga harus mampu menunjukkan keahlian dalam perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasi kelas.
Berdasar dari teori-teori tersebut maka untuk menjadi seorang guru yang baik harus memiliki berbagai kriteria atau sifat-sifat yang diperlukan untuk profesi keguruan yaitu antusias, stimulatif, hangat, berorientasi pada tugas, toleran, sopan, bijaksana, demokratis, penuh pengharapan, dan bertanggung jawab.

D. Guru yang Ideal dalam Pandangan Penulis
Senyampang dengan pemikiran Peter G. Beidler yang dikutip Dede Rosyada tentang kriteria guru, penulis mendeskripsikan guru yang ideal dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai visi dan misi
Visi dan misi mutlak dipunyai seorang pendidik, tanpa adanya visi dan misi maka tidak ada ruh dalam menjalani profesinya. Visi berangkat dari landasan ideologi, keberagamaan sangat dominan dalam perumusan visi. Adanya visi menunjukkan keikhlasan, keseriusan, dan semangat dalam menjalani profesinya. Terbangunnya visi akan diikuti misi, lebih operasional. Misi dijabarkan dalam action plan atau rencana strategis yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai pendidik.
2. Mampu secara akademik
Kemampuan akademik yang handal menjadi syarat mutlak untuk menjadi guru yang ideal. Kehandalan tersebut bukan saja sekedar penguasaan secara kognitif sehingga mampu menyampaikan informasi pengetahuan kepada siswa, akan tetapi juga menguasai secara komprehensif bidng kajiannya sehingga banyak potensi untuk berkembang. Penguasaan secara komprehensif penulis jabarkan menjadi tiga yakni penguasaan ontologi, penguasaan epistemologi, dan penguasaan aksiologi.
Penguasaan ontologi berarti menguasai substansi, objek, dan bidang kajian dari sisi materi. Guru harus tahu kompetensi apa yang mesti disampaikan, formula apa yang ada, aksioma apa sajakah yang disajikan, dan lain sebgainya. Penguasaan epistemologi berarti menguasai bagaimana proses, mekanisme, dan latar kemunculan sesuatu yang berupa rumus, premis, teori, dan grand theory. Pengetahuan akan proses sudah idealnya dikuasai oleh guru sehingga nalar berpikir, kreativitas, daya kritis, daya analisis lebih dipentingkan dan diutamakan dari pada sekedar hafal. Kemampuan penguasaan epistemologi akan memberikan landasan yang kokoh dalam pengembangan dasar-dasar keilmuan yang pada gilirannya mewujudkan kemampuan berfikir logis pada peserta didik. Penguasaan aksiologi merupakan penguasaan terhadap muatan nilai pengetahuan yang diajarkan. Setiap kajian pastilah value bound (tidak value free), artinya setiap kajian mengandung nilai kehidupan. Nilai tersebut dapat berupa nilai sosial kemasyarakat, norma, dan tidak jarang sarat dengan nilai transendental. Pada posisi ini guru mampu menjadikan subjek pembelajaran menjadi sesuatu yang meaningful bagi peserta didik.
3. Beretika
Konsep etika senantiasa berkembang, perkembangan tersebut bukanlah sesuatu yang permisif dengan memberi kelonggaran beretika, bukan juga berupa relatifisme, akan tetapi merupakan etika yang berangkat dari universal patterns dan tidak menyimpang dari Alquran sebagai sumber segala sumber ajaran. Etika memang berkembang dari etika lokal, etika nasional, dan etika global, meskipun demikian kesemuanya tidak boleh berangkat dari perspektif masing-masing, akan tetapi harus berangkat dari sumber ajaran.



4. Adaptif
Perubahan adalah sebuah kemestian, dan yang hakiki adalah perubahan itu sendiri. Perubahan yang ada harus disikapi dengan proaktif, bukan reaktif. Sikap reaktif hanya mengahasilkan keterkejutan-keterkejutan yang pada gilirannya menghasilkan manusia-manusia yang mekanis dan gagap terhadap perkembangan yang ada. Konsekuensi dari sikap reaktif adalah sebuah ketertinggalan yang pada dampak paling parahnya adalah mengisolasi diri dengan truth claim kebenaran. Guru sebagai frontman ataupun frontliner dalam kemajuan pendidikan tidak saja melakukan penyesuaian-penyesuaian sebagai sebuah bentuk dari adaptasi, akan tetapi kreatif terhadap perubahan itu sendiri sehingga ada nilai tambahnya, tidak sekedar mengekor.
Dalam posisinya sebagai guru bentuk penyesuaian tersebut berupa upgrade metodologi pengajaran dan metodologi keilmuan. Metode pengajaran berkaitan dengan bentuk pembelajaran, media pembelajaran, sistem portofolio, dan lain sebagainya yang bersifat teknis, sedangkan metode keilmuan berkaitan dengan epistemilogi keilmuan baik yang klasik maupun yang kekinian.
5. Menguasai manajemen
Manajemen berkaitan dengan strategi, pengauasaan manajemen yang baik menghasilkan sistem yang mapan. Sistem yang mapan akan kuat, tidak bergantung pada satu faktor karena sistemik. Pembelajaran memerlukan manajemen, ada tidaknya guru dalam jam pembelajaran akan tetap memberi ruh yang sama jika guru terbiasa menggunakan manajemen dalam pembelajaran. Selain manajemen dalam pengelolaan kelas, guru juga harus menguasai manajemen organisasi sehingga memunculkan peluang-peluang baik bagi institusi sekolah itu sendiri, maupun bagi siswa.
6. Menguasai administrasi keguruan
Sebagai guru, administrasi adalah bagian pokok dari aktifitas keguruannya. Administrasi tersebut dapat berupa penyusunan silabus dan sistem evaluasi, serta sistem pelaporan. Penguasaan administrasi yang tidak saja menjadikan tertib administrasi, akan tetapi dapat dijadikan evaluasi berkala menyangkut aktifitas keprofesiannya.
7. Kompetitif dan komparatif
Guru yang ideal harus mempunyai daya saing sekaligus daya pembeda, semacam spesialisasi yang membedakan dengan guru lain. Daya komparatif akan memberi kekayaan intelektual bagi institusi yang bersangkutan sehingga kaya akan inovasi dan krasi. Daya kompetitif akan meningkatkan bargaining position dalam lingkup yang sejajar sehingga memberi daya tarik karena kualitas yang menjanjikan.

Guru yang ideal tentu akan dideskripsikan berbeda-beda oleh individu yang berbeda, meskipun demikian secara implisit terdapat kesepakatan umum yang gayut dengan pendapat penulis.

Sekolah Masa Depan

Dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah empat kali lebih cepat daripada sekolah-sekolah kita ( Williard Daggett).

Satu-satunya cara untuk meramalkan masa depan adalah dengan menciptakannya. (Alan Kay)

Dua nasihat bijak di atas menggambarkan betapa perubahan itu cepat terjadi dan tidak seorangpun yang mampu meramalkannya. Salah satu jalan untuk meramalkan masa depan adalah mengendalikan masa depan dengan menciptakan masa depan itu sendiri.

Masa depan sejatinya penuh dengan ketidakpastian. Tak seorang pun mampu memperkirakan masa depan secara valid. Kejutan-kejutan selalu muncul di luar kalkulasi akal manusia.

Menciptakan masa depan yang lebih baik adalah cita-cita semua orang. Karenanya setiap orang belajar, sebagai sebuah upaya perwujudan cita-cita. Sekolah sebagai tempat belajar sejatinya mengemban tugas yang berat yakni mewujudkan cita-cita pembelajar sebagai sebuah upaya pemanusian manusia. Artinya sekolah harus futuristik dan bukannya menjajakan sesuatu yang telah basi atau sesuatu yang tidak berguna bagi masa depan karena telah usang.

Sekolah yang tidak mampu mengantarkan cita-cita pembelajar adalah sekolah yang gagal. Sekolah yang demikian mestinya sadar diri dengan mengambil langkah segera merevolusi institusinya atau membubarkan diri. Jika satu dari dua langkah tersebut tidak diambil berarti sama saja mencetak generasi gagal secara massal dan berkelanjutan.

Merevolusi institusi sama halnya dengan mendesain sekolah masa depan. Sekolah harus mampu meninggalkan sistem pendidikan tradisional yang sudah kedaluwarsa. Sekolah tradisional yang masih banyak kita praktikkan merupakan model pembelajaran abad ke-19 yang memiliki beberapa kekurangan antara lain; kehilangan konteks dengan dunia nyata, kurang menghargai kemajemukan siswa, dan terpusat pada guru. Bahkan dari sisi fasilitas, lembaga sekolah di tanah air masih jauh dari standar pelayanan minimal pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah, khususnya sekolah swasta pinggiran.

Dunia terus bergerak untuk berubah namun kita kurang peduli dengan perubahan itu. Kurikulum terus berganti namun banyak guru yang kurang adaptif dalam menyikapi dinamika perubahan kurikulum. Meskipun ditatar berulang kali banyak guru yang tetap mengajar dengan pola lama. Habitus nyantai telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging.

Konsep Sekolah Masa Depan

Mendesain sekolah masa depan mencakup beberapa aspek yang antara lain meliputi apa yang harus diajarkan di sekolah dan tujuan belajar di sekolah. Ada lima teori utama tentang apa yang harus diajarkan di sekolah ( Dryden dan Vos, 1999). Pertama; esensialisme, berisikan mata pelajaran inti, dibutuhkan untuk pendidikan yang baik. Essensialisme diberikan kepada usia dini. Materinya berkaitan dengan penanaman nilai untuk membangun karakter. Kedua; ensiklopedisme, mencakup mata pelajaran dasar dengan cakupan yang lebih luas dan terbuka bagi semua orang. Ketiga, model pendidikan awal yang berbasis indera, model ini pertama kali diusung oleh Aristoteles kemudian dikembangkan oleh Itard, Seguin, Rousseau, Pestallozi, Froebel, dan Montessori. Keempat, gerakan pragmatis yang berorientasi pada anak. Gerakan pragmatis dapat ditelusuru dari konsep John Dewey dalam Experiencing and Learning. Kelima, pendekatan akal sehat (common sense), dalam pendekatan ini menggunakan akal sehat dan kritis terhadap dogma. Pendekatan akal sehat menggunakan prisip-prinsip filsafatai yang mencakup tiga domain utama yang meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Implementasi dari lima teori tentang apa yang harus diajarkan di sekolah berangkat dari periodesasi usia dan pembelajaran yang sistematis, tidak terputus-putus dan tidak overlap.

Aspek kedua adalah tujuan belajar, tujuan ini sangat bergantung pada visi dan misi institusi penyelenggara pendidikan. Meskipun demikian belajar seharusnya memiliki tiga tujuan ( Dryden dan Vos, 1999):

  1. Mempelajarai keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik.
  2. Mengembangkan kemampuan konseptual umum.
  3. Mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan kita.

Rencana Starategis

Rencana strategis menjadi action plan penyelenggara pendidikan dalam membangun masa depan. Kita dapat belajar dari rencana induk negara Singapura dalam bidang pendidikan. Dalam pidato Menteri Pendidikan Singapura Teo Chee Hean tanggal 27 April 2007 ada tujuh rencana induk pendidikan di Singapura yang meliputi:

1. ‘Sekolah berpikir’ didesain untuk menjadi pusat bagi pembelajaran berkelanjutan (sustainable). Konsep ini meninggalkan model banking concept yang hanya sekedar menuangkan materi ke siswa. Mestinya sekolah melatih berfikir bukan mengisi pikiran siswa.

2. Disediakan 2,5 juta dollar Amerika bagi setiap sekolah untuk pengadaan teknologi informasi. Di negara kita sudah digulirkan Jardiknas hanya saja belum semua siap menyambut kebijakan tersebut.

3. Satu komputer di sekolah untuk setiap dua siswa dalam lima tahun.

4. Berpikir kreatif sebagai bagian dari kurikulum baru untuk mencapai keunnguulan di bidang matematika dan sains.

5. Kurikulum juga ditujukan untuk membangun kebanggaan atas prestasi yang diraih.

6. Inovasi yang bersifat ‘top down’ ditinggalkan. Di negara kita telah dikembangkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) , hanya implementasinya yang relatif kurang.

7. Sekolah-sekolah dikelompokkan untuk menyebarluaskan praktik-praktik terbaik. Dalam konteks ini dapat didesain madrasah atau sekolah satelit yang bertugas meningkatkan kualitas madrasah yang menjadi tanggung jawabnya.

Contoh rencana induk tersebut di atas dapat menjadi acuan dalam pengembangan institusi di madrasah yang kita kelola. Dari rencana induk setiap institusi dapat mendesain masa depan sekolahnya. Tanpa adanya rencana induk dan action plan maka masa depan sekolah dan produknya akan out of date. Dan ujungnya adalah ketidakpercayaan pada lembaga sekolah. Sekolah harus mentransformasi diri ke arah yang baik jika tidak maka school is dead seperti yang dikumandangkan Neil Postman akan jadi kenyataan.

Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik

Dunia pendidikan merupakan wilayah strategis bagi pemerintah yang sedang berkuasa. Di wilayah ini terdapat banyak elemen penting. Guru, siswa, dosen, dan mahasiswa serta stakeholder lainnya merupakan bagian dari elemen penting itu.

Sejarah membuktikan bahwa dari elemen ini kestabilan, kelanggengan kekuasaan, dan keberlanjutan penguasa ditentukan. Jatuhnya pemerintahan orde baru merupakan salah satu contoh dari banyak peristiwa dimana pemerintah yang sedang berkuasa takhluk oleh gerakan mahasiswa. Puisi yang sering kita dengar bahwa: mahasiswa takut dosen, dosen takut rektor, rektor takut menteri, menteri takut presiden, dan presiden takut mahasiswa adalah siklus yang tak terbantahkan dan benar adanya.

Politik Pendidikan

Begitu pentingnya dunia pendidikan bagi pemegang kekuasaan, maka kesadaran pencitraan penguasa dalam ranah pendidikan senantiasa dibangun. Belakangan pencitraan itu mulai nampak, berbeda dengan zaman sebelum reformasi dimana lebih banyak membrangus dan menafikkan elemen pendidikan ketimbang membangun citra. Sebagai contohnya adalah guru dininabobokkan dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa dengan gaji kecil, penculikan terhadap aktifis kampus, pembatasan terhadap gerakan mahasiswa di kampus, dan lain sebagainya.

Di era pemerintahan sekarang, pencitraan pemerintah terhadap dunia pendidikan dapat dilihat dari beberapa kebijakan strategis. Kebijakan itu antara lain dengan dikeluarkannya undang-undang Guru dan Dosen, pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20%, digulirkannya Badan Hukum Pendidikan,, dan tentu kebijakan tentang Ujian Nasional.

Dikeluarkannya UU Guru dan Dosen sesungguhnya memberi citra positif bagi pemerintah, paling tidak dimata guru dan dosen. Undang-undang yang menekankan profesionalisme bagi pendidik ini memberi angin surga bagi pelaku pendidikan, utamanya yang berprofesi sebagai guru dan dosen. Pendidik akan menjadi tenaga profesional sebagaimana advokat, notaris, akuntan, dokter dan lain sebagainya. Pemerintah akan memberikan tunjangan sebesar satu kali gaji pokok bagi pendidikan yang telah lulus sertifikasi.

Namun undang-undang ini bisa menjadi bumerang ketika pemberian tunjangan belum pasti (bukan kebijakan ketat) sementara usaha untuk sertifikasi telah dilakukan mati-matian bagi mereka yang diundang seleksi. Disamping itu, undang-undang ini dapat pula merusak iklim pendidikan ketika transparansi pelaksanaan tidak terjaga, dan dalam wilayah institusi berpotensi menimbulkan sikap saling iri antarguru atau dosen. Bisa jadi pula pembelajaran menjadi hambar karena guru sibuk memenuhi persyaratan sertifikasi dan mereduksi prinsip bahwa mendidik adalah pengabdian, teaching is service.

Kebijakan pemenuhan anggaran sebesar 20 % adalah sebuah keterpaksaan karena berasal dari tekanan luar yakni dari Mahkamah Konstitusi. Dalam posisi terpaksa ini pemerintah harus mencitrakan diri untuk taat pada keputusan tersebut dan tentu harus membuktikan agar benar-benar terealisasi dan termanfaatkan dengan tepat sasaran. Jika benar-benar terealisasi tentu memberi citra positif bagi pemerintah yang sedang berkuasa.

Sementara itu kebijakan tentang Badan Hukum Pendidikan masih menuai kritikan dari sana-sini. Banyak kalangan yang menilai BHP adalah bahasa halus dari komersialisasi pendidikan. Bahkan lebih dari itu, BHP adalah kapitalisme sejati dalam ranah pendidikan. Setidak-tidaknya BHP akan memberi celah bagi penyelenggara pendidikan untuk mengkomersilkan pendidikan dengan mengatasnamakan peningkatan mutu akademik atau yang lainnya. Dan korbannya sangat jelas, masyarakat miskin tidak akan mampu menikmati pendidikan tinggi. Subsidi silangpun tentu tidak akan optimal.

Dan kebijakan Ujian Nasional sampai saat ini masih mencari bentuk. Setiap tahun ada perubahan dalam Prosedur Operasional Standar (POS). Dari peningkatan batas nilai minimal untuk lulus, jumlah mata pelajaran, tim independen yang sekarang diganti pengawas dari perguruan tinggi, denah tempat duduk, dan macam soal adalah bagian yang sering berubah.

Kebijakan pemerintah dalam hal Ujian Nasional justru memberi citra negatif dimata stakeholder pendidikan. Apalagi banyak yang meragukan hasil ujian nasional. Pemerintah terkesan memaksakan kehendak dalam evaluasi yang berbentuk ujian nasional ini. Siswa dan guru selalu stress menjelang bulan pelaksanaan. Konflik antarelemen juga sering terjadi tiap tahunnya, salah satu contohnya adalah air mata guru di Medan yang terjadi dua tahun yang lalu.

Pendidikan Politik

Politik pendidikan sebagai upaya pencitraan diri pemerintah dalam ranah pendidikan sesungguhnya merupakan pendidikan politik bagi seluruh stakeholder pendidikan. Apa yang dijadikan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan adalah sebuah pembelajaran politik.

Elemen pendidikan menjadi konstituen, aset strategis bagi pemerintah dan partai politik yang sedang berkuasa. Setidak-tidaknya ada empat juta guru, jutaan dosen dan mahasiswa, tentu bukan suara yang kecil. Dari akumulasi suara ini sudah semestinya menjadikan dunia pendidikan memiliki daya tawar yang tinggi.

Partai politik yang sedang berkuasa dan pemerintah sejatinya menyadari posisi konstituen di wilayah pendidikan ini. Untuk itu mengambil hati, memotivasi semangat, menepati janji, dan memajukan pendidikan sungguh merupakan politik pendidikan sekaligus pendidikan politik yang paling jitu.

Deschooling Society: Mungkinkah ?


Menarik sekali apa yang dikatakan Ivan Illich tentang masyarakat tanpa sekolah yang lebih dikenal dengan deschooling society. Meskipun gagasan itu baru pada tataran wacana, namun dengan gamblang menyorot ketidakberhasilan pendidikan, kalau tidak mau dibilang sebuah kegagalan. Pendidikan yang mestinya menjadikan dunia lebih baik dari sebelumnya justru yang terjadi adalah sebaliknya . Dunia semakin rusak akibat ekses teknologi, bencana alam karena human error, dan banyaknya pengangguran adalah serentetan kegagalan lembaga sekolah. Dengan kondisi riil di atas lantas mungkinkah terwujud deschooling society ?.

Kondisi Indonesia

Pendidikan yang secara makro bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya masih menjadi cita-cita yang menggantung di langit atau mungkin sebuah utopia belaka. Bahkan tujuan mikro dan lebih pragmatis (belajar untuk bekerja) masih susah untuk dicapai.

Kita semua sepakat bahwa sistem pendidikan kita belum mampu untuk serasi dan sepadan dengan dunia industri. Artinya apa yang dipelajari di sekolah tidak banyak kaitan langsung dengan realita yang akan dihadapi nanti. Bahkan selama ini kita masih berkutat untuk mencari-cari jalan dan bentuk yang pas mengenai pola pendidikan . Maka wajarlah jika beberapa kali terjadi perubahan model yang terkadang susah dilaksanakan di lapangan.

Melihat kenyataan di atas banyak pakar pendidikan kita yang menawarkan jampi-jampi demi perbaikan kualitas pendidikan di tanah air. Toh hasilnya semakin tidak karuan. Dari tahun-ketahun kualitas pendidikan kita semakin tertinggal dengan negara-negara tetangga, bahkan dengan Malaysia yang nota bene”bekas murid” kita, telah jauh melangkah lebih maju meninggalkan gurunya.

Tinggi rendahnya kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor. Kurikulum, kualitas guru, dan ketersediaan standar pelayanan minimal pendidikan adalah faktor dominan yang menjadi modal kunci. Namun semua menyadari untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal Pendidikan jika hanya menggantungkan uluran tangan dari pemerintah pusat rasanya sangat sulit. Maka tidaklah mengherankan jika banyak sekolah -- terutama di daerah-- yang secara infrastruktur sangat kurang. Akibat dari semua ini adalah selalu kalahnya dunia pendidikan kita dalam adu cepat dengan perkembangan teknologi. Selanjutnya mudah ditebak, apa yang dipelajari peserta didik saat ini telah menjadi sesuatu yang usang ketika peserta didik lulus nanti.

Gambaran out put dengan skill yang usang tadi berakibat akan selalu kalah bersaing dalam memperebutkan lowongan pekerjaan. Industri lebih suka mengambil lulusan luar negeri karena dipandang lebih capable dan mempunyai daya adaptif tinggi dibanding lulusan lokal.

Opini Masyarakat

Serangkaian kegagalan dunia pendidikan kita ditanggapi berbeda oleh masyarakat. Ada masyarakat yang tetap menganggap bahwa sekolah adalah dewa penolong bagi masa depan anak dan menjadi simbol sosial. Maka tidak heran jika disetiap tahun ajaran baru banyak orang tua yang mendaftarkan sekolah anaknya. Tetapi ada pula yang menganggap sekolah bukan lagi pilihan investasi karena melihat banyaknya pengangguran terdidik. Maka banyak orang tua yang lebih memilih menjadikan anaknya sebagai polisi atau tentara selepas SMA dibanding membiayai kuliah anaknya. Karena jika dikalkulasi biaya kuliah mendingan untuk membeli kerja , maklumlah pekerjaan di Indonesia kebanyakan dibeli dari pada dicari. Apalagi semakin merosotnya akhlak, budi pekerti , dan moral oknum mahasiswa dengan berbagai peristiwa yang menghebohkan, misalnya seks bebas, narkoba, dan tindak curanmor yang sering diekspos semakin menambah keengganan orang tua untuk melepas jauh anaknya..

Terlepas dari pro dan kontra tentang pendidikan sampai saat ini sekolah tetap menjadi syarat mutlak dalam mencari kerja. Fungsi selembar ijazah tetap menjadi kupon ( kartu masuk ) dalam melamar kerja, bukannya kompetensi yang dimiliki. Ditambah lagi pendidikan kita yang satu track dimana setiap jenjang adalah jenjang berikutnya dan baru dianggap selesai jika sudah sarjana semakin mengharuskan orang untuk sekolah dan sekolah. Apalagi Disnakertrans yang selalu berdalih betapa sulitnya peningkatan mutu kerja kalau pekerjanya hanya lulus SD semakin memberi dorongan perlunya sekolah tinggi. Hal ini semakin menegaskan bahwa deschooling society tidak mungkin terwujud di negeri ini.

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam