Narsis, Perlu atau Tidak ?

Dalam percakapan sehari-hari kita seringkali mendengar istilah lebay dan narsis. Di sinetron, film, reality show, apalagi acara yang berbau gosip dua kata tersebut sedang in, seringkali diucapkan oleh host (pembawa acaranya). Bahkan tanpa sengaja kita seringkali mengatakan ih lebay amat jika melihat sesuatu yang berlebih-lebihan dan dipaksakan. Kita juga seringkali mengklaim tayangan iklan atau sikap seseorang dengan mengatakan narsis amat loh, jika apa yang ditampilkan terlalu memuja diri, merasa dirinya paling perfect dan paling benar.
Dalam kajian psikologi, narsistik termasuk gangguan kepribadian. George Boeree (2008) menyatakan narsistik merupakan sebuah pola mendalam sikap membesar-besarkan (dalam fantasi atau prilaku), kebutuhan akan pemujaan, dan kurangnya empati, yang dimulai sejak masa dewasa awal dan hadir dalam berbagai konteks. Ada beberapa gejala narsistik yakni:
1. Membesar-besarkan pemahaman akan nilai penting diri. Seseorang memaksakan dirinya agar dinilai atau dipandang sebagai individu yang superior, cemerlang, kaya akan prestasi, dan serba lebih dihadapan orang lain meskipun pada kenyataannya apa yang dia anggap atau ia citrakan tidak sepadan dengan prestasi yang diraih.
2. Asyik dengan fantasi akan kesuksesan, kekuatan, kecerdasan, kecantikan atau ketampanan, atau cinta sejati yang tiada batas. Orang yang panjang angan-angan dapat digolongkan sebagai orang yang narsis.
3. Meyakini bahwa ia seorang yang spesial dan berstatus tinggi, pada hal sebetulnya ia biasa-biasa saja.
4. Butuh penghargaan yang berlebihan, tidak mau dianggap sebagai individu yang biasa-biasa saja.
5. Punya perasaan istimewa, yaitu harapan-harapan yang tidak selayaknya, khususnya terhadap perlakuan yang menguntungkan atau pemenuhan otomatis terhadap harapan-harapannya.
6. Eksploitatif secara interpersonal, yakni mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri. Istilah yang lebih keren : biar orang lain buntung, asal saya untung.
7. Kurang empati: yaitu tidak adanya kemauan untuk mengenal atau mengakui perasaan-perasaan dan kebutuhan-kebutuhan orang lain.
8. Sering iri terhadap orang lain, dan menganggap orang lain dengki terhadap dirinya.
9. Menunjukkan sikap atau perilaku yang angkuh, arogan, atau gumedhe.
Dalam kadar tertentu, setiap manusia tentu ada kadar narsisnya.Asal jangan terlalu, penulis anggap wajar, sebab dalam kehidupan dan beraktualisasi diri tentu seseorang butuh pengakuan, pujian, dan persepsi hebat dari orang lain terhadapnya. Unsur-unsur narsis kadangkala juga dibutuhkan ketika kita membangun kepercayaan diri apalagi disaat kita menebar pesona. Calon legislatif, calon gubernur, calon kepala desa, dan tentu calon presiden pun kadang harus narsis ketika beriklan atau kampanye. Narsis diperlukan juga ketika seseorang melakukan kegiatan propaganda atau mempengaruhi orang lain. Dalam beriklan tentu semua calon-calon pejabat di atas mengklaim dirinya paling ampuh, paling bisa memenuhi ekspektasi rakyat, dan paling nomor satu layaknya iklan kecap. Bahkan untuk memperkuat pencitraan perlu didukung kajian-kajian ilmiah, misalnya penggunaan data statistik, polling, atau opini masyarakat yang semuanya telah dirancang terlebih dahulu (by design) agar narsisnya terlihat ilmiah.
Yang paling penting adalah kita dapat menggunakan narsis pada tempatnya dan tidak melewati batas-batas kewajaran meskipun batas itu sifatnya relatif karena tiada takaran yang pas. Takaran yang bisa digunakan adalah kepatutan dan kepantasan.
Dan bagi calon penguasa tentu sikap narsis diperlukan saat kampanye atau beriklan saja. Jangan sampai setelah ditetapkan jadi pemimpin atau pejabat narsisnya tidak hilang atau malah kebablasan karena bisa merugikan diri sendiri.
Dengan demikian narsis tetap saja diperlukan meskipun dalam kajian psikologi dinyatakan sebagai sebuah gangguan kepribadian. Yang penting narsis yang dilakukan tidak menjadikan sombong, takabur, dan merugikan orang lain.

0 comments:

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam