Belajar dari Renaisance Islam

Peradaban sebagaimana roda kehidupan senantiasa mengalami pasang surut, kadang di puncak dan kadang terjerembab mendekati titik nadzir. Begitu juga peradaban Islam, masa kejayaan yang dirintis pada abad VI sampai abad XII dan mengalami puncak pada abad IX dan X perlahan-lahan mundur dan tertinggal sangat jauh dengan peradaban Eropa. Dan jika semua mau jujur, sesungguhnya kemajuan peradaban Eropa tidak lepas dari andil peradaban Islam pada masa kejayaannya. Bahkan renaisance Eropa yang terjadi paa abad XII diilhami renaisance Islam dengan pola pembaharuan yang kurang lebih sama yakni penekanan pada warisan ilmu pengetahuan dan belajar filsafat Yunani kuno. Melalui tulisan ini penulis mencoba mengenang masa peradaban yang indah itu untuk dijadikan spirit pendidikan dan lebih dari sekedar untuk bernostalgia.

Renaisance Islam

Pada masa renaisance Islam berlangsung benua Eropa justru mengalami masa kegelapan (the dark age). Ketika nalar berfikir telah menjadi fenomena yang jamak dalam tradisi Islam, masyarakat Eropa masih terkooptasi pada otoritas lembaga keagamaan. Renaisance Islam ditandai dengan kemunculan Intermediate Civilization of Islam (meminjam istilah S.D. Goitein, Joel. .L. Kreamer, 2003) yakni kelas menengah yang berpengaruh yang mendobrak tradisi feodalistik dan mengandalkan kecerdasan, bakat, dan pengetahuan sebagai faktor penentu peranan dan status sosial.

Tokoh-tokoh yang berperan dalam renaisance Islam adalah Ibn Rusyd, Al-Farabi, Abu Sulaiman Al-Sijistani, Isa Bin Ali, Yahya Bin Adi, dan masih banyak lagi. Renaisance Islam dibangun melalui penekanan pentingnya warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani kuno untuk pembentukan pikiran dan karakter (character building) yang dimotori oleh raja (dinasti Buhaiwiyyah) dan para wazirnya. Melalui otoritas yang dimiliki raja dan para wazirnya menciptakan kondisi yang bernuansa keilmuan dengan memanjakan para filosof dan kaum intelektual, menggalakkan humanisme Islam, serta memajukan pendidikan dengan aplikasi kurikulum seven liberal arts.

Nilai Edukasi Renaisance Islam

Ada beberapa aspek yang dapat kita ambil sebagai spirit dalam pendidikan yakni sikap penguasa terhadap dunia ilmu melalui otoritas yang dimilikinya, konsep humanisme Islam, dan model kurikulum seven liberal arts. Dengan otoritas yang dimiliki raja dan wazir mendorong tumbuh kembang dunia akademis. Penerjemahan secara besar-besaran dilakukan oleh segenap ilmuwan dan kaum intelektual tanpa memandang status keagamaan sebagai contohnya adalah perpaduan antara kelompok Abu Sulaiman Al Sijistani yang mewakili kelompok Islam dengan Yahya Bin Adi yang mewakili kelompok Kristen.

Kecintaan politisi (penguasa) terhadap dunia ilmu pengetahuan melalui pewarisan ilmu pengetahuan menjadi poin yang untuk ukuran sekarang cukup mengagumkan, sebab dengan langkah tersebut tidak saja menumbuhkan kultur keilmuan dalam masyarakat tetapi juga memperlihatkan visi yang tajam terhadap pengembangan sumber daya insani. Tindakan tersebut mestinya menjadi contoh bagi politisi dan penguasa di tanah air yang perlahan-lahan kehilangan visi keilmuan karena cenderung lebih mencintai hingar-bingar dunia politik dan dunia entertainment. Bahkan lebih parah lagi kecintaan akan dunia selebritas juga melanda kaum intelektual kita sehingga ilmuwan dikampus lebih senang terjun kedunia politis sebab lebih “basah” dan kesohor karena kaya akan publisitas.

Nilai edukasi yang kedua adalah humanisme Islam yang ditempuh melalui belajar filsafat Yunani kuno. Dengan belajar filsafat Yunani kuno maka ada dua hal penting yang diperoleh, pertama; untuk belajar filsafat Yunani kuno diperlukan proses akademis yang panjang mulai dari penerjemahan, interpretasi, dan implementasi dalam kultur masyarakat lokal maupun nasional, kedua; kemauan belajar filsafat Yunani kuno menandakan bahwa dalam dunia Islam waktu itu tidak mengenal dikotomi ilmu pengetahuan dan tidak menganggap filsafat sebagai bid’ah dari Yunani.

Penekanan humanisme Islam pada waktu itu adalah pembentukan karakter dan pikiran untuk memahami konsep persaudaraan dan kesatuan umat manusia serta konsep keramahan dan hubungan antar umat manusia. Konsep persaudaraan dan kesatuan umat menandakan pentingnya sikap egaliter tanpa memandang suku, agama, dan ras. Dengan sikap ini maka persatuan dan kesatuan masyarakat akan terjalin erat sehingga negara menjadi kuat. Konsep keramahan dan hubungan antar manusia perlu dibentuk agar harmoni kehidupan terbentuk dengan baik sehingga masyarakat tumbuh menjadi masyarakat yang selaras, serasi, dan seimbang dalam hak dan kewajiban.

Humanisme Islam yang telah tumbuh dalam masa renaisance mestinya kita aplikasikan dan kita kembangkan lewat jalur pendidikan. Konsep persaudaraan dan kesatuan umat dapat kita tanamkan dengan pengenalan hakikat manusia, hakikat beragama, dan hakikat kehidupan yang kita integrasikan dalam mata pelajaran. Konsep keramahan dan hubungan antar umat manusia dapat ditanamkan dengan mengintensifkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang diimplementasikan dalam ruang kelas kehidupan.

Nilai edukasi yang ketiga adalah pentingnya materi seven liberal arts yang terdiri atas trivium dan quadrivium. Trivium terdiri atas materi tata bahasa, dialektika, dan retorika. Tata bahasa merupakan materi yang penting, didalamnya terkandung kecerdasan verbal untuk menganalisa bahasa dalam dimensi ruang dan waktu. Kemampuan mendalami tata bahasa sangat berguna sebagai dasar pemahaman ilmu pengetahuan yang lain. Dialektika sangat penting diajarkan agar kehidupan menjadi dinamis, sebab dalam dialektika senantiasa terkandung thesa, antithesa, dan sinthesa. Dengan mendalami dialektika seseorang tidak akan mudah taklid, truth claim, dan berpikiran sempit karena tumbuhnya kesadaran bahwa teori bersifat spekulatif. Retorika penting untuk dikuasai guna meyakinkan pendapat, menyampaikan gagasan, mengasah meta kognitif, dan berpikir logis.

Quadrivium terdiri atas aritmetik, geometri, astronomi, dan musik. Aretmetik sangat penting dikuasai sebagai dasar keilmuan khususnya yang berkaitan dengan numerik. Dari nalar berpikir inilah munculnya konsep analog dan digital. Geometri adalah landasan pemahaman kecerdasan spatial yang nantinya berguna dalam arsitek, sipil, aerospace, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan dimensi ruang. Astronomi menjadi bagian penting dalam seven liberal arts karena dari sinilah munculnya kompas, penentu waktu, penentu arah, musim, dan lainnya. Dan musik menjadi pamungkas dalam quadrivium karena sebagai media untuk harmoni jasmani rokhani yang pada gilirannya sebagai penyelaras hidup.

Kurikulum seven liberal arts mestinya menjadi pijakan dalam pengembangan kurikulum di tanah air sebab dengan gamblang mampu mendudukkan Islam pada masanya dalam daya tawar yang tinggi. Pengadopsian tersebut tentunya tidak sekedar taken for granted tetapi dengan asimilasi sesuai kondisi di tanah air.

0 comments:

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam