Sintesa Dua Zaman

Sinthesa Dua Zaman

Zaman selalu berubah. Perubahan zama selalu diikuti perubahan mainstream. Mainstream tradisional akan berubah ketika zaman telah modern. Mainstream zaman modern dengan sendirinya bergeser ketika gerbang posmodern terbuka. Pertarungan mainstream sama halnya dengan kemunculan thesa yang selalu diikuti antithesa untuk bersintesis membentuk thesa baru.
Seni sejujurnya merepresentasikan zamannya. Hancurnya seni yang bercorak tradisional berarti matinya mainstream tradisional, dan munculnya seni kontemporer pertanda hidupnya mainstream modern atau posmodern.
Jika kita cermati spektrum kesenian dimasa sekarang sejujurnya terjadi polarisasi khususnya berkaitan dengan etika atau moral berkesenian. Dalam perspektif tradisional etika adalah bagian yang selalu melekat dalam entitas apapun, termasuk seni.
Sedangkan dalam perspektif posmodern etika bersifat relatif, etika ada dan ada pemiliknya. Di posmodern particullar pattern lebih dikedepankan dibanding universal pattern. Dalam posmodern adagium seni untuk seni berlaku secara masif. Ruang seni terbuka selebar-lebarnya, kebebasan berekspresi memperoleh ruang yang semakin luas.
Sayangnya euforia posmodern menjadikan seniman kita terjebak dalam ego estetik. Akibatnya banyak seniman kita yang melakukan truth claim atau kaim-klaim kebenaran terhadap segala aktifitas seni atau proses kreatif yang dilakukan. Bugil dibilang seni, erotis dibilang sexy, dan masih banyak lagi. Bagi mereka segala kritik hanya dianggap macan kertas, atau malah balik menyerang pengkritik dengan mengatakan pengkritik saja yang pikirannya selalu ngeres.
Dalam mengarungi posmodern proses berkesenian kita terlalu figural dimana teks-teks kultural terabaikan dan pleasure principle atau prinsip kenikmatan yang berangkat dari ketidaksadaran menjadi pilihan utama.
Prinsip ini tidak saja mengundang kontroversi dalam etika timur yang relatif melekat dalam kultur masyarakat kita tetapi juga memperlebar gap pelaku seni dengan penikmat seni.
Banyak pelaku seni kita yang karena memuja posmodern secara masif menjadi kehilangan fans, kehilangan daya magnetik yang pada gilirannya mengubur karir berkeseniannya.
Memandang mainstream posmodern mestinya tidak skeptis. Ada sisi-sisi yang harus diperhatikan. Kita mesti mensinthesakan mainstream tradisional dengan mainstream posmodern. Keduanya harus berlangsung sebuah dialektika untuk mewujudkan sebuah seni bercorak kontemporer namun tetap beretika. Disini etika berharmonisasi dengan estetika.

0 comments:

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam