Pembelajaran Wacana Global

Isu-isu global telah menjadi wacana yang melekat dalam dinamika masyarakat ‘kampung besar’ dunia. Sebagai konsumen wacana atau isu, masyarakat Indonesia dihadapkan pada tiga pilihan yakni; alienatif dengan menolak dan menghindar dari segala isu, asimilatif dengan mengadaptasikan isu atau wacana dengan kondisi yang ada, atau taqlid dengan menghamba dan menjadi pengikut wacana atau isu yang ada.

Mengambil satu dari tiga pilihan tersebut tidaklah mudah, sebab pemilihan sikap selalu diikuti berbagai prasyarat dan kondisi. Kadangkala masyarakat sebagai konsumen dihadapkan pada pilihan yang sulit ketika wacana itu benar dari sisi metodologi atau premis umum, namun tidak cocok dengan religiusitas masyarakat atau kenyataan lokal yang berlaku dalam masyarakat lokal.

Wacana yang akhir-akhir ini muncul secara sporadis dalam tatanan masyarakat adalah pluralisme, multikulturalisme, humanisme, dan demokratisasi disamping wacana lain seperti pemanasan global dan kesetaraan gender. Sampai dengan saat ini sebagian masyarakat kita masih gagap bahkan latah dalam menghadapi berbagai wacana yang muncul. Dan wacana tersebut tidak jarang menyebabkan friksi yang melibatkan banyak unsur atau elemen masyarakat.

Menurut penulis ada beberapa penyebab mengapa masyarakat gagap dan latah dalam menyikapi wacana yang ada yakni: pertama; budaya membaca masyarakat yang rendah. Akibatnya sumber-sumber wacana dan rujukan-rujukan sebagai alat untuk justifikasi dari wacana tidak diperoleh. Kedua; derasnya wacana yang muncul sehingga belum sempat satu wacana dipahami telah muncul wacana yang lain. Akibatnya dalam masyarakat muncul apa yang dinamakan chaos wacana dan berpotensi membingungkan serta mengaburkan wacana itu sendiri.

Ketiga; pada generasi tertentu tidak atau kurang respect terhadap wacana yang berkembang karena merasa tidak berkepentingan secara langsung. Sikap demikian menurut penulis kurang tepat sebab mestinya wacana tetap dipelajari untuk ditransfer kepada anak cucu sehingga terbangun kultur peduli terhadap ilmu pengetahuan.

Keempat ; kurangnya figur yang memberi pencerahan secara arif dan bijaksana terhadap wacana ayang ada. Selama ini dalam masyarakat yang muncul adalah saling perang wacana dengan saling klaim kebenaran. Disatu pihak secara sporadis menyebarkan wacana dilain pihak mengkounter wacana dengan tak kalah sporadisnya.

Dan yang kelima; ketiadaan persiapan secara sistematis untuk menyiapkan generasi yang sanggup beradaptasi dengan dinamika wacana. Penyiapan ini penting sebab generasi kedepan adalah generasi yang harus tangguh menghadapi wacana global, dan penting untuk diketahui bahwa masa depan adalah dunia wacana.

Wacana itu penting

Kemunculan wacana selalu berangkat dari spektrum masyarakat atau cita-cita masyarakat. Realitas sejatinya selalu hadir lebih dahulu, hanya seringkali belum terwacanakan. Pluralitas misalnya, telah ada sejak dunia ini ada, begitu juga dengan multikultural. Sedangkan demokrasi dan humanisme adalah cita-cita masyarakat dunia untuk membangun peradaban yang tinggi.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keragaman, pluralitas dan multikultur adalah realitas yang kita miliki, sedangkan demokrasi dan humanisme adalah dua cita-cita yang sedang kita perjuangkan bersama-sama. Untuk memberi penyadaran atas realitas dan untuk memupuk perjuangan atas cita-cita maka penting untuk dibuat atau digulirkan wacana.

Dan perlu dicatat bahwa kehadiran wacana bukan untuk memperkeruh pikiran atau mengacak-acak keyakinan, tetapi persiapan menghadapi ritme pemikiran global untuk kehidupan dan peradaban lokal yang lebih mulia, dan tentu saja untuk mempertebal keyakinan yang dianut yang pada gilirannya tercipta insan yang humanis religius.

Menyampaikan wacana global di kelas

Idealnya wacana global disampaikan keseluruh lapisan masyarakat. Untuk proses ini penulis pandang relatif sulit sebab seperti penulis sampaikan di atas pada generasi tertentu (lanjut) merasa tidak atau kurang berkepentingan dengan wacana karena banyak tuntutan hidup yang lebih mendesak. Menurut hemat penulis, wacana global paling tepat disampaikan pada generasi yang sedang menempuh pendidikan, dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi dengan porsi yang berbeda-beda.

Dalam pembelajaran wacana global di kelas hambatan yang mungkin adalah: pertama; belum adanya kurikulum yang secara eksplisit memuat setiap wacana yang berkembang, kedua; belum semua guru tahu dan memahami berbagai wacana global yang ada, ketiga; pada daerah tertentu sumber-sumber wacana belum ada, dan keempat; ketiadaan sisipan wacana dalam berbagai mata pelajaran.

Idealnya diperlukan kurikulum yang memuat mata pelajaran wacana sehingga peserta didik selalu mendapatkan wacana yang segar , namun ketiadaan mata pelajaran wacana sejatinya dapat diantisipasi oleh guru mata pelajaran yang lain. Mata pelajaran bahasa, sosiologi, antropologi, IPS (untuk SD), dan kewarganegaraan sesungguhnya mata pelajaran yang potensial untuk disisipi wacana.

Mata pelajaran bahasa misalnya dapat disisipi bacaan yang berisi wacana sehingga pembelajaran bahasa sekaligus pembelajaran wacana. Untuk mata pelajaran sosiologi, antropologi, IPS (untuk SD), dan kewarganegaraan sudah tentu sangat mudah disisipi wacana global dengan dianalisis sesuai pisau bedah mata pelajaran itu sendiri.

Kontekstualisasi wacana

Kontekstualisasi wacana dalam pembelajaran di kelas adalah penting. Tanpa adanya kontekstualisasi maka wacana yang disajikan tidak meaningful, kurang bermakna. Mengkontekstualisasikan wacana berarti mengkaitkan wacana yang ada dengan realitas yang ada di lingkungan kelas, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat tempat peserta didik tinggal. Wacana pluralitas misalnya dapat dikontekskan dengan latar belakang atau keragaman agama yang dianut siswa, dan multikultur dapat dikontekskan dengan keragaman seni dan budaya dari siswa. Bahkan karakteristik siswa baik fisik atau psikis (kecerdasan majemuk) dapat dipakai sebagai contoh pluralitas.

Demokratisasi dapat ditanamkan melalui pembelajaran andragogik dengan memandang siswa sebagai insan dewasa yang dapat memilih dan bertanggung jawab terhadap sikap yang dilakukan di kelas ataupun di sekolah dan masyarakat.

Tujuan akhir yang hendak dicapai dari kontekstualisasi wacana global adalah membekali siswa dalam mengimplementasikan segala wacana yang ada dalam hidup sehingga pilihan yang diambil tidak merugikan bagi dirinya, keluarga, masyarakat bangsa dan negara. Dan yang lebih utama adalah dalam rangka mempertebal keimanan sehingga yang muncul dalam hidup adalah virtues (berkepribadian terpuji).

0 comments:

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam