Guru dan Budaya Kegelisahan Akademik

Pemerintah menargetkan dalam kurun waktu sepuluh tahun semua guru minimal berstrata satu (S1). Tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Membangun pendidikan dengan memperbaiki kualitas guru adalah tidak salah, sebab guru merupakan ujung tombak pendidikan. Yang menjadi persoalan adalah apakah status strata satu (S1) dengan serta merta meningkatkan kualitas pendidikan?. Nanti dulu.
Penulis mencermati bukan status kesarjanaan yang menjadi satu-satunya prasyarat mutlak peningkatan kualitas pendidikan nasional. Menurut penulis penyebab ketidakmaksimalkan guru dalam menjalankan dwitugasnya adalah rendahnya budaya kegilasahan akademik (scientific curiousity ) di kalangan guru itu sendiri.
Dwitugas guru yakni mengajar sekaligus mendidik bukanlah tugas yang gampang. Mengajar sebagai sebuah proses transfer of knowledge tidak semata-mata memindah materi dari buku pelajaran untuk disampaikan kepada siswa, namun di dalamnya terdapat aktivitas yang kompleks, seperti perencanaan pengajaran, perencanaan evaluasi dan lain-lain. Yang jelas tugas sebagai pengajar tidaklah seperti narator yang sekedar menyampaikan apa yang ada dalam buku (text book), karena dalam posisi ini guru adalah pengajar dan pembelajar, yang harus selalu mengupgrade kemampuan akademiknya.
Lebih sulit lagi adalah tugas mendidik. Mendidik sebagai sebuah transfer of values (nilai-nilai unggul dan etika) , bukanlah sekedar menginventaris kata-kata yang bermakna terpuji untuk dicuciotakkan ke siswa, namun didalamnya memerlukan uswatun khasanah (contoh dalam perilaku kehidupan sehari-hari) dari guru. Disinilah pentingnya guru menjadi seorang yang berkepribadian terpuji.
Dwitugas mengajar dan mendidik adalah sebuah proses, dimana keduanya diproyeksikan menghasilkan output dengan outcome yang paripurna yakni manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana cita-cita founding father kita. Agar kedua tugas tersebut dapat berjalan dengan baik, dinamis, dan tidak mengalami kejumudan diperlukan sebuah gagasan-gagasan pengajaran dan pendidikan secara kontinu. Gagasan-gagasan tersebut senantiasa hadir jika guru mempunyai budaya kegelisahan akademik (scientific curiousity ) yang tinggi.
Kegelisahan akademik bagi seorang guru adalah adanya kemauan dari guru untuk senantiasa berdialektika dengan buku, fokus pada bidang kajiannya, kontekstual, dan perkembangan teknologi.
Berdialektika dengan buku adalah sebuah proses dialog antara isi bacaan dengan pembaca. Jadi disini terjadi proses interpretasi sebagaimana dalam proses membaca pemahaman. Aktivitas membaca sebagai sebuah dialektika merupakan landasan utama membangun budaya kegelisahan akademik sebab melalui proses ini seorang guru sejatinya telah merintis karir intelektual guna menjadi seorang cendikia.
Langkah kedua adalah fokus dan mendalami pada bidang kajianya agar dasar-dasar keilmuannya lebih mantap dan menukik sehingga mempunyai daya analisis yang tajam terhadap berbagai persoalan yang gayut dengan bidang kajiannya. Ini adalah prasyarat mutlak guna sukses dalam transfer of knowlede dan menjadi problem solver dalam kehidupan, bukannya malah menjadi part of problem. Dalam pendalaman bidang kajian ini terdapat sebuah proses konstruktif yang pada akhirnya menemukan kebenaran keilmuan yang sesungguhnya, sebab ilmu sendiri mempunyai kebenaran spekulatif yang kebenarannya diuji secara terus-menerus.
Langkah ketiga adalah berdialektika dengan realitas kehidupan (kontekstual). Ini penting, sebab tanpa adanya dialektika dengan realitas kehidupan akan kehilangan konteks sehingga proses pembelajaran nantinya seperti di ruang hampa, sebuah ilusi atau sekedar fatamorgana. Dengan berdialektika dengan realitas kehidupan maka fungsi pragmatis akan bersinergi dengan fungsi idealis sehingga berguna bagi masa kekinian ataupun masa yang akan datang.
Dan langkah terakhir yang sering kali terlewatkan adalah mengikuti perkembangan teknologi. Tanpa ada adaptasi dengan perkembangan teknologi maka akan menjadi guru yang gatek (gagap teknologi) yang bisa jadi mengakibatkan hilangnya daya tarik dalam proses belajar. Terlebih dalam era informasi ini, tanpa adanya kemauan untuk mengerti, menggunakan, dan mengakses bidang yang relevan dengan keilmuannya maka fungsi guru sebagai fasilitator perkembangan ilmu akan tereduksi yang lama-lama bisa jadi hilang, sehingga yang ada hanyalah guru yang miskin informasi.
Membangun budaya kegelisahan adalah sesuatu yang penting untuk mewujudkan tradisi keilmuan yang kuat. Adanya tradisi keilmuan yang kuat tentunya akan memberi sumbangan yang signifikan bagi kemajuan bangsa dan negara. Selain itu budaya kegelisahan akademik yang kuat akan menghindarkan tradisi instan dalam pola pendidikan kita yang terlanjur mendarah daging.
Dan yang tak kalah penting adalah bahwa bangunan kegelisahan akademik yang tinggi akan menopang profesionalisme yang sesungguhnya, bukan profesionalisme yang sekedar mengejar tunjangan profesi dan meningkatnya gaji.
Dengan demikian upaya pemerintah yang ideal bukanlah sekedar mensarjanakan semua guru tetapi juga memberi ruang bagi guru untuk kreatif dan menciptakan budaya kegelisahan akademik. Budaya ini dapat dimulai dari lembaga pencetak calon guru, dan untuk beberapa dekade mendatang dimulai sejak dini seperti kemunculan science center, taman baca, pasar ide, dan lain sebagainya.

0 comments:

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam