Pendidikan Preventif

Dalam perspektif futurolog, masa depan penuh dengan ketidakpastian. Dalam sebuah ketidakpastian dibutuhkan stategi yang mapan, tanpa strategi yang mapan tidak akan menghasilkan langkah yang efektif. Islam sejatinya telah mengajarkan strategi hidup yang dikemas dalam pendidikan preventif. Pendidikan preventif dalam Islam berupa ajaran agar setiap individu menyiapkan lima hal /perkara sebelum datangnya lima perkara. Kelima hal tersebut adalah gunakan masa mudamu sebelum masa tuamu, masa luangmu sebelum masa sempitmu, masa hidupmu sebelum matimu, masa kayamu sebelum miskin, masa sehatmu sebelum sakit. Kelima perkara tersebut sejatinya dapat diperluas semisal sedia perahu karet sebelum kebanjiran, sedia energi alternatif sebelum minyak bumi habis, belajar sebelum ujian, dan lain sebagainya.
Dalam masyarakat kita juga dikenal istilah’ sedia payung sebelum hujan’. Namun pada kenyataannya masyarakat Indonesia sungkan untuk ‘menyediakan payung’ meskipun ‘hujan’ jelas akan turun. Alasannya malu, apa kata entar, terlalu pasrah, dan sifat-sifat fatalistik lainnya.
Ada dua hal penting kaitannya dengan pendidikan preventif; pertama; mengubah karakter dari perilaku fatalistik menjadi perilaku preventif, kedua; pemetaan terhadap realitas sehingga penting untuk dilakukan upaya preventif.
Merubah karakter dari perilaku fatalistik menjadi perilaku preventif tidaklah mudah. Perilaku fatalistik ada karena budaya masyarakat yang belum tertata, di samping miskinnya pencerahan. Sebab lain adalah penegakan hukum yang belum baik.
Merubah perilaku fatalistik tidak mudah sebab menyangkut kondisi psikis pelaku. Diperlukan pendidikan karakter yang kontekstual, yang aplikatif, dan meaningful. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana konsep dan aplikasi pendidikan karakter itu sendiri. Kita sering merindukan pendidikan karakter yang mampu menjadi ‘jampi-jampi’ terhadap berbagai persoalan karakter, namun sekali lagi yang kita dapati hanyalah kuldesak (jalan buntu). Berkaitan dengan pemetaan terhadap realitas berarti mengetahui potensi-potensi baik yang positif maupun negatif sehingga kita siap memanfaatkan atau menanggulangi potensi itu.
Dalam dua kurikulum terakhir (KBK dan KTSP) memang upaya memberi perhatian terhadap ranah afektif mulai ada, namun sepanjang pengetahuan penulis dibeberapa sekolah upaya itu kurang efektif. Indikatornya adalah tidak ada instrumen penilaian afektif yang jelas, sehingga dalam pengisian nilai afektif di rapor guru hanya menyesuaikan dengan nilai kognitif, itu masih mending dibanding ndengkul (asal memberi nilai).

Substansi pendidikan preventif
Substansi pendidikan preventif adalah kesadaran akan berbagai peluang dan ancaman yang mungkin terjadi dalam kehidupan. Pendidikan preventif berorientasi peluang berarti mempunyai visi yang tajam terhadap kemungkinan-kemungkinan yang menguntungkan dan bermanfaat dalam kehidupan, sedangkan pendidikan preventif berorientasi ancaman berarti adanya kesadaran terhadap kemungkinan-kemungkinan tragedi yang menghambat/menghancurkan hidup seperti teror atau bencana.
Selama ini upaya preventif kurang diperhatikan, kita gagal dan gagap menghadapi bencana sehingga korban nyawa dan materi tak terhitung jumlahnya. Manajemen bencana juga masih banyak kelemahan, dan banyaknya tragedi bencana karena human error mengindikasikan bahwa upaya preventif kita masih minim.
Hal penting dalam upaya membangun pendidikan preventif meliputi:
1. Membentuk karakter ulet
Pendidikan preventif dalam rangka membentuk karakter ulet adalah dengan penanaman sikap prihatin dan bukannya sikap manja yang meninabobokkan. Selama ini kita banyak dininabobokkan oleh hal ungkapan seperti letak yang strategis, tanah yang subur, gemah ripah loh jinawi, dan lain sebagainya. Penulis meyakini ungkapan-ungkapan tersebut kontraproduktif dengan upaya membangun karakter ulet. Dalam upaya membangun karakter ulet kita dapat melihat permainan-permainan di televisi seperti Benteng Takashi, atau out bound dll.
2. Membentuk karakter yang mekanis rasional
Karakter yang mekanis rasional penting karena akan tercipta sikap disiplin yang tidak kaku dalam menyikapi realitas. Sikap mekanis harus selalu diikuti dengan sikap rasional, sebab jika tidak hanya menciptakan manusia yang juklak juknis. Dalam upaya membentuk karakter yang mekanis rasional maka guru harus memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk berkreasi dengan tidak lepas dari prosedur yang ada.

3. Membangun kesadaran lingkungan
Setiap individu harus mampu mengkiati realitas lingkungan yang ada. Jika daerahnya sering banjir maka semua harus memikirkan draimnase sehingga tidak kebanjiran, jika daerahnya rawan gempa maka harus dipikirkan rumah tahan gempa, dan lain sebagainya. Membangun kesadaran dengan lingkungan tidak sebatas pada merawat lingkungan, namun dapat bekerja sama dengan pihak terkait tentang potensi daerah kita, utamanya potensi destruktif.
Penulis meyakini dengan membangun pendidikan preventif maka sikap fatalistik akan tereduksi sehingga tercipta budaya teratur, disiplin, dan sadar akan lingkungan tempat kita berada.

0 comments:

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam