Menyadari Keunikan Diri

Setiap makhluk hidup adalah unik, begitu juga manusia. Uniknya manusia itu seperti tanda tangan, begitu Gordon Dryden dan Jeanette Vos menyatakan (1999). Keunikan adalah potensi, dan itulah keagungan Sang khaliq, Sang Maha Pencipta. Meskipun dua manusia kembar tidak akan sama 100%. Ini artinya manusia tidak dapat dibuat dalam bentuk massal, lain halnya dengan benda mati yang dikerjakan secara massal di pabrikan.
Jelaslah tugas manusia sebagai makhluk yang dibekali pikiran untuk mengembangkan diri atas dasar keunikan yang dimiliki. Maka orang yang bisanya hanya meniru-niru secara massif sejatinya manusia itu telah kehilangan jati dirinya, telah hilang potensi asalnya, atau mengalami krisis kepercayaan diri. Dengan kata lain sukses adalah kemampuan mengelola dan mengembangkan keunikan diri.
Banyak orang yang tidak tahu akan keunikan diri yang dimilikinya. Sejatinya secara lahir dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah keunikan yang membawa potensi, begitu juga potensi psikis yang berkaitan dengan kondisi emosi, kecerdasan majemuk, dan tipologi berpikir adalah aset bagi tiap individu. Tuhan Maha Adil, setiap penciptaan dan kehendakNya adalah hikmah dan berkah. Namun acapkali manusia kurang bersyukur, sehingga ciptaanNya yang telah sempurna sering dikonstruksi ulang karena apa yang dianugerahkan Sang Khaliq dianggap merugikan.
Banyak orang yang merebonding rambutnya yang keriting karena dianggap keriting itu jelek, banyak orang yang berjuang mati-matian untuk melawan kebotakan karena botak membuat tidak percaya diri, banyak orang yang suntik silikon agar terlihat sexy, banyak orang yang operasi plastik karena hidungnya tidak mancung atau bibirnya kurang aduhai. Pada hal jika kita menyadari dan bersyukur bahwa rambut keriting itu menjadikan kita menjadi orang yang mudah dikenal karena khas, pada hal botak itu seksi, dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana cara kita mengetahui potensi dengan menyadari atas keunikan diri kita?. Sejujurnya banyak yang kita ketahui atas diri kita, hanya saja potensi-potensi itu kurang berkembang karena tidak mendapat pembelajaran dan pelatihan yang mampu mengoptimalkan potensi unik yang dimiliki setiap individu.
Dalam dunia akademik, khususnya dalam psikologi kognitif atau psikologi belajar keunikan manusia menyangkut gaya belajar (modalitas belajar), gaya berfikir, dan kecerdasan majemuk. Ketiga keunikan tersebut memberi pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan seseorang dimasa depan.
Jika seseorang tahu gaya belajar yang dimiliki dan dipraktikkan serta dirangsang sesuai dengan kebutuhan gaya belajarnya maka seseorang akan sukses secara akademik, jika seseorang mampu memahami gaya berfikir yang dimiliki seseorang akan mampu meraih posisi kerja yang relevan dengan gaya berfikirnya, dan jika seseorang tahu kecerdasan majemuknya yang paling dominan maka seseorang dapat memilih keunggulan komparatif dari dirinya yang harus dikembangkan.
Berikut ini penulis sajikan ciri-ciri dan karakteristik dari gaya belajar, gaya berfikir, dan kecerdasan majemuk.
Gaya belajar
Gaya berfikir
Anthony Gregorc (dalam Gordon Dryden dan Jeanette Vos, 1999) - profesor kurikulum dan instruksi di Universitas Connecticut - membagi gaya berpikir ke dalam empat gaya yang berbeda yaitu Sekuensial Konkret, Acak Konkret, Acak Abstrak, Sekuensial Abstrak. Tidak ada gaya berpikir yang lebih unggul antara satu dengan yang lainnya, masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan akan menjadi sangat efektif dengan caranya sendiri. Adapun definisi keempat gaya berpikir tersebut adalah :
a. Sekuensial Konkret.
Persepsi yang konkret dan pengaturan informasi yang sekuesial menghasilkan kombinasi Sekuesial Konkret. Pemikir Sekuensial Konkret mendasarkan dirinya pada realitas, mereka memproses informasi dengan cara teratur, urut, dan linier. Cara belajar yang terbaik bagi orang dengan tipe ini adalah praktik. Mereka memperhatikan dan mengingat berbagai detail dengan mudah baik mengingat fakta-fakta, informasi spesifik, rumus-rumus dan berbagai peraturan. Tipikal orang ini adalah pelajar yang pekerja dan teratur, lebih mengutamakan hasil/ kualiatas dari pada jumlah/ kuantitas sehingga dalam berorganisasi jabatan yang memerlukan kerapian dan keuletan seperti sekertaris atau bendahara merupakan jabatan yang cocok untuknya.
b. Acak Konkret.
Persepsi yang konkret dipadukan dengan pengaturan informasi yang acak menjadikan seseorang memiliki cara berpikir dominan Acak Konkret. De Porter (1999) menyatakan, ”Seperti halnya Sekuensial Konkret, mereka mendasarkan diri pada realitas, tetapi cenderung melakukan pendekatan coba-coba. Oleh karena itu, mereka sering membuat lompatan intuitif yang diperlukan untuk pemikiran kreatif sejati. Mereka memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan alternatif dan melakukan berbagai hal dengan cara mereka sendiri.”
Orang dengan tipe Acak Konkret memiliki kebiasaan mengakhirwaktukan kegiatan, namun demikian mereka tetap merasa enjoy, suka bersaing daripada bekerja sama. Persaingan akan membuat mereka selalu ingin menjadi yang terbaik. Dalam berorganisasi, kreatifitas yang dimilikinya membuat mereka sering dipercaya untuk mengetuai beberapa kegiatan. Jabatan yang memiliki ruang gerak yang luas untuk berekspresi membuat mereka nyaman. Dengan kata lain orang dengan tipe Acak Konkret cocok dengan jabatan pemimpin.
c. Acak Abstrak
Pemikir Acak Abstrak mengatur informasi melalui refleksi dan berkembang pesat dalam lingkungan tak terstruktur dan berorientasi kepada manusia. Kombinasi persepsi yang abstrak dengan pengaturan informasi yang acak menjadikan pemikir acak abstrak seorang yang sensitif, perasa, dan mudah terbawa suasana (www.hudzaifah.org). Hal ini membuat mereka menjadikan perasaan sebagai bahan pertimbangan, baik perasaan sendiri ataupun perasaan orang lain sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengambil suatu keputusan.
DePorter menyatakan, “ Dunia ‘nyata’ bagi para pelajar Acak Abstrak adalah dunia perasaan dan emosi. Mereka menyerap berbagai gagasan, informasi dan kesan lalu mengaturnya kembali melalui refleksi. Mereka dapat mengingat dengan baik jika informasinya dibuat menurut selera mereka dan akan merasa dibatasi ketika ditempatkan di lingkungan yang terstruktur.” Dalam berorganisasi posisi yang cocok untuk orang dengan tipe ini ialah yang berkaitan dengan kejiwaan seperti posisi humas.
d. Sekuensial Abstrak
Persepsi abstrak yang dikombinasikan dengan pengaturan informasi yang sekuensial membentuk seseorang dengan cara berpikir dominan Sekuensial Abstrak. Pemikir Sekuensial Abstrak sangat suka sekali dengan dunia teori dan pikiran Abstrak (Dryden dan Vos, 1999). Mereka adalah penggagas yang brilian, pemikir yang menemukan gagasan yang kadang-kadang tidak terpikirkan oleh orang lain. Proses berpikir mereka logis, rasional, dan intelektual. Aktivitas favorit mereka adalah membaca. Karena cara berpikir yang konseptual dan menganalisis informasi menjadikan mereka berpotensi menjadi filosof dan ilmuwan peneliti yang hebat. Jabatan yang cocok dengan orang seperti ini adalah Litbang.

Kecerdasan Majemuk
Hakikat inteligensi
Intellegence atau inteligensi dalam Kamus Psikologi didefinisikan kemampuan berurusan dengan abstraksi-abstraksi; kemampuan mempelajari sesuatu; kemampuan menangani situasi-situasi baru (Kartini Kartono dan Dali Gulo, 2000). Rita L. Atkinson (1990), dkk menyatakan inteligensi sebagai kapasitas umum untuk memahami dan menalar sesuatu, yang mengejawantahkan diri dalam berbagai cara. Menurut Binet dan Simon (1905) dalam inteligensi terdapat suatu kecakapan dasar yang akan mempengaruhi kehidupan praktis berupa akal sehat yang akan memberi pertimbangan dalam melakukan tindakan, cita rasa praktis, inisiatif, dan kecakapan untuk beradaptasi. Usaha untuk mengetahui hakikat intelegensi berarti usaha untuk mengetahui apa inteligensi itu sendiri. Inteligensi sebagai entitas yang abstrak dideferensiasi menjadi lima konsepsi, yakni konsepsi bersifat spekulatif, pragmatis, faktor, operasional, dan fungsional (Sumadi Suryabrata, 2004).
Spearman menyatakan konsepsi spekulatif-filsafati intelegensi terdiri atas tiga kelompok yakni kelompok umum, daya jiwa, dan daya khusus. Ebbinghaus (1897) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi, sedangkan Terman mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak. Inteligensi sebagai daya jiwa adalah persatuan dari pada daya jiwa yang khusus, dan inteligensi sebagai daya khusus merupakan taraf umum yang mewakili daya-daya khusus.
Inteligensi dalam perspektif pragmatis menurut Boring merupakan apa yang dites oleh tes inteligensi. Tes inteligensi dalam perspektif umum menggali sejumlah kemampuan mental yang relatif tidak tergantung satu sama lain (Rita L. Atkinson (1990). Konsepsi faktor tentang inteligensi merupakan upaya mengetahui inteligensi dengan teknik analisis faktor. Analisis faktor merupakan teknis matematika yang digunakan untuk menetapkan jumlah minimum dimensi atau faktor yang menimbulkan hubungan (korelasi) yang tampak diantara respon subjek pada sejumlah tes yang brbeda. Tokoh-tokoh yang membidanginya antara lain Terman, Thomson, Cyrill Burt, Thurstone, dan Guilford.
Terman, dalam analisis faktornya menemukan bahwa tingkah laku manusia disebabkan oleh dua faktor yakni general factor (g), dan special factor (s). Kedua faktor tersebut diformulasikan sebagai berikut:

Tl1 = g + s1
Tl2 = g + s2
Tl3 = g + s3
Faktor umum merupakan faktor bawaan, sedangkan faktor khusus merupakan faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan.
Teori Thomson menyangkal teori Terman, menurutnya tidak ada faktor umum yang bersifat bawaan, yang ada adalah faktor khusus yang dipengaruhi oleh pendidikan. Cyrill Burt menambahkan teori Terman dan pada dasarnya setuju dengan konsepsi yang disusun oleh Terman, hanya saja Burt menambahkan satu faktor lagi yang disebut dengan commom factor (faktor kelompok). Teori Burt diformulasikan sebagai berikut:
Tl1 = g + c + s1
Tl2 = g + c + s2
Tl3 = g + c + s3
Faktor kelompok yang dimaksud oleh Burt adalah faktor yang mempengaruhi oleh sejumlah tindakan, tetapi tidak pada semua tingkah laku. Thurstone pada pripsipnya sama dengan Burt, hanya saja menambahkan faktor kelompok menjadi tujuh macam, meliputi: faktor ingatan, faktor verbal, faktor bilangan, faktor kelancaran kata-kata, faktor penalaran, faktor persepsi, dan faktor ruang. Guilford menambahkan bahwa faktor kelompok tersusun atas 120 macam, hal ini dipengaruhi oleh tiga dasar yaitu: proses psikologis (cognition, memory, divergen production, convergent production, evaluation), materi yang diproses (figural, symbolic, semantic, behavioral), dan bentuk informasi yang dihasilkan (unit, classes, relations, systems, transformation, implications).
Konsepsi operasioal tentang inteligensi menolak teknik analisis faktor dalam mengetahui hakikat inteligensi. Konsepsi operasional tidak setuju karena alanilis faktor tidak dapat dilakukan secara operasional. Inteligensi dalam konsepsi fungsional dinyatakan oleh Binet. Menurut Binet (dalam Sumadi Suryabrata) hakikat inteligensi ada tiga macam, yakni:
a. Kecenderungan untuk menetapkan dan memperjuangkan tujuan tertentu.
b. Kemampuan untuk menyesuaikan dengan maksud untuk mencapai tujuan itu.
c. Kemampuan untuk oto-kritik, dan belajar dari kesalahan sendiri.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
a. Faktor genetik
Faktor bawaan, yang disebut juga faktor keturunan atau faktor herediter, adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab mengapa ikan berenang, burung terbang, sapi berkaki empat, dan lain sebagainya (Saifuddin Azwar , 1996). Sebagian besar penelitian membuktikan inteligensi berkaitan erat dengan faktor genetik. Tingkat korelasi antara inteligensi dengan faktor genetik disajikan dalam Tabel 4 di bawah ini.
Hubungan Korelasi
Kembar satu zigot
Diasuh bersama
Diasuh terpisah
0,86
0,72
Kembar dua zigot
Diasuh bersama
0,60
Saudara kandung
Diasuh bersama
Diasuh terpisah
0,47
0,24
Orang tua/anak 0,40
Orang tua angkat/anak 0,31
Saudara sepupu 0,15
Tabel 4
Inteligensi dalam Hubungan Keluarga
Sumber: Rita L. Atkinson, dkk. Pengantar Psikologi Jilid 2 (Bandung: Erlangga, 1990), hlm 133


b. Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan terhadap individu sebenarnya telah dimulai sejak terjadinya pembuahan. Proses yang paling berpengaruh setelah melahirkan adalah proses belajar (learning) yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan yang lainnya. Kondisi lingkungan yang menentukan perkembangan potensi intelektual seseorang mencakup nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional rumah, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku.
c. Kesehatan otak
Otak sangat menentukan kemampuan operasional dari intelegensi individu. Otak yang terdiri dari belahan otak kanan dan kiri mempunyai wilayah kecerdasan-kecerdasan sendiri. Belahan kiri mengendalikan gerakan tangan kanan, dan belahan kanan mengendalikan tangan kiri. Belahan kiri lebih berperan dominan dibanding belahan kanan. Belahan kiri berfungsi mengendalikan bahasa tulis, lisan, kalkulasi matematik, dan kemampuan utamanya melibatkan konstruksi spasial dan indra pola. Sakit atau terganggu pada wilayah tertentu dari otak akan mengganggu kecerdasan pada wilayah tersebut, dan tidak akan mengganggu kecerdasan lainnya.
d. Pendidikan prenatal
Pendidikan pranatal mempengaruhi perkembangan dan kualitas janin, pendidikan prenatal dikondisikan oleh empat aspek, yaitu:
1). Aspek fisik dan material, berkenaan dengan unsur fisik (makanan, gizi, finansial) untuk menjaga kesehatan fisik
2). Aspek moral, berkenaan dengan moralitas orang tua.
3). Aspek intelektual, yakni dimensi – dimensi , minat dan rasa intelektual ibu.
4). Aspek spiritual, yakni perilaku ibadah yang dilakukan ibu (Suharsono, 2002).
3. Pengertian dan Karakteristik Mutiple Intellegences
Kemunculan Multiple Intellegences atau kecerdasan majemuk merupakan perluasan dari kecerdasan tunggal yang dinamakan IQ (intelligency quotient). Multiple intelligences lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang dikembangkan oleh Alfed Binet (1904), yang meletakkan dasar kecerdasan seseorang pada intelligences Quotient (IQ). Teori multiple intellegences dinyatakan oleh Gardner pada tahun 1983 dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind. Menurut Gardner kecerdasan adalah bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan di mana dilahirkan. Kecerdasan merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia (Linda Campbell, 2004).
Menurut Gardner kecerdasan manusia terdiri atas tujuh macam yaitu:
a. Linguistic intelligence (kecerdasan linguistik), merupakan kemampuan untuk berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang komplek. Kecerdasan linguistik meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa (Thomas Amstrong, 2003). Individu yang mempunyai kecerdasan linguistik tinggi akan mahir dalam retorika (penggunaan bahasa untuk mempengaruhi orang lain), mnemonic/hafalan (penggunaan bahasa untuk mengingat informasi), eksplanasi (penggunaan bahasa untuk memberi informasi), dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri). Karakteristik-karakteristik individu yang memiliki kecerdasan verbal linguistik adalah:
1). Mendengar dan merespon setiap suara, ritme, dan berbagai ungkapan kata.
2). Pandai menirukan berbagai suara, bahasa, membaca, dan menulis dari orang lainnya.
3). Lebih mudah belajar melalui menyimak membaca, menulis, dan diskusi.
4). Menyimak secara efektif, memahami, meringkas, menafsirkan atau menerangkan.
5). Mengingat apa yang dibaca.
6). Efektif dalam berbicara.
7). Efektif dalam membaca, memahami dan menerapkan aturan bahasa, ejaan, dan tanda baca (Linda Campbell, 2004).
b. Logical-mathematical intelligence (kecerdasan logika matematika), merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematis. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil (jika-maka, sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain. Proses yang digunakan dalam kecerdasan ini adalah kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, penghitungan, dan pengujian hipotesis (Thomas Amstrong, 2003).
c. Musical intelligence (kecerdasan musik), merupakan kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi (menikmati), membedakan (kritikus), menggubah (composer), dan mengekspresikan (penyanyi). Individu yang memiliki kecerdasan musikal mempunyai sensitifitas pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Karakteristik-karakteristik individu yang mempunyai kecerdasan musik adalah:
1). Mampu mendengar dan merespon bunyi serta mengorganisasi jenis suara ke dalam pola yang bermakna.
2). Belajar lebih mudah jika dilakukan sambil menikmati musik.
3). Mampu merespon musik secara kinestetik, emosional, dan intelektual.
4). Mengenali berbagai aliran musik.
5). Tertarik untuk mengembangkan dan mengasah kemampuan dalam bermusik.
6). Menggunakan perbendaharaan dan notasi musik.
7). Mengembangkan referensi kerangka berfikir pribadi untuk mendengarkan musik.
8). Mempunyai kemampuan dalam berimprovisasi dalam musik.
d. Spatial intelligence (kecerdasan spasial), merupakan kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan antar unsur tersebut.
e. Bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestetik tubuh), merupakan keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan. Individu yang bagus dalam kecerdasan kinestetik cenderung belajar dengan mengandalkan modalitas kinestetik. Adapun ciri – ciri individu yang menggunakan modalitas kinestetik adalah:
1). Berbicara dengan perlahan
2). Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatiannya.
3). Berdiri dekat ketika berbicara pada orang.
4). Orientasi pada fisik dan banyak bergerak.
5). Memiliki perkembangan awal otot-otot yang besar.
6). Menggunakan jari sebagai petunjuk saat membaca.
7). Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.
8). Banyak menggunakan bahasa tubuh.
9). Tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama.
10). Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.
11). Ingin melakukan segala sesuatu (Baban Sarbana dan Dina Diana,2002).
f. Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal), merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Ciri-ciri individu yang mempunyai kecerdasan interpersonal yang bagus adalah sebagai berikut:
1). Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain.
2). Membentuk dan menjaga hubungan sosial.
3). Mengetahui dan menggunakan cara-cara yang beragam dalam berhubungan dengan orang lain.
4). Merasakan perasaan, pikiran, motivasi, tingkah laku dan gaya hidup orang lain.
5). Berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif.
6). Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain.
7). Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik dengan cara verbal maupun nonverbal.
8). Menyesuaikan diri dengan lingkungan.
9). Menerima perspektif yang macam-macam dalam masalah sosial dan politik.
10). Mempelajari keterampilan yang berhubungan dengan penengah sengketa atau mediator.
11). Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal.
12). Membentuk proses sosial atau model yang baru.
g. Intrapersonal-intellegence (kecerdasan intrapersonal), merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Kecerdasan intrapersonal bersandar pada dunia batin, didalamnya tercakup motivasi, penekanan, etika, integritas, dan altruisme. Individu yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi mempunyai indikasi sebagai berikut:
1). Sadar akan wilayah emosinya.
2). Menemukan cara-cara dan jalan keluar untuk mengekspresikan perasaan dan pemikirannya.
3). Mengembangkan model diri yang akurat.
4). Termotivasi untuk mengidentifikasi dan memperjuangkan tujuannya.
5). Membangun dan hidup dengan suatu system nilai etik (agama).
6). Bekerja mandiri.
7). Penasaran akan “pertanyaan besar” tentang makna kehidupan, relevansi, dan tujuannya.
8). Mengatur secara kontinu pembelajaran dan perkembangan tujuan personalnya.
9). Berusaha mencari dan memahami pengalaman “hatinya” sendiri.
10). Mendapatkan wawasan dalam kompleksitas diri dan eksistensi manusia.
11). Berusaha untuk mengaktualisasikan diri.
12).Memberdayakan orang lain (memiliki tanggung jawab kemanusiaan).
Ketujuh kecerdasan tersebut oleh Gardner diambah satu kecerdasan lagi yakni kecerdasan natural. Natural intelligence (kecerdasan natural), merupakan kemampuan mengenali dan mengkategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar.
Ciri-ciri kecerdasan natural pada individu adalah :
1). Suka dan akrab dengan berbagai hewan peliharaan.
2). Sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka seperti kebun, taman, hutan, dan sebagainya.
3). Menunjukkan kepekaan terhadap panorama alam, seperti pemandangan, gunung, awan, pantai, dan sebagainya.
4). Suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang.
5). Menghabiskan waktu dekat akuarium atau sistem kehidupan alam lainnya.
6). Memperlihatkan kesadaran ekologis yang tinggi.
7). Meyakini bahwa binatang mempunyai hak sendiri dan pelu dilindungi.
8). Mencatat berbagai fenomena alam yang melibatkan hewan dan tumbuhan.
9). Suka membawa pulang serangga, bunga, daun, atau benda-benda alam lainnya.
10). Berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup (Robinson Situmorang (dalam Dewi Salma Prawira Dilaga dan Eveline Siregar, 2004).
Teori Gardner tentang multiple intellegences mengilhami banyak pemikir dan cendekiawan untuk mengembangkan teori tersebut. IQ, EQ, dan SQ menjadi topik sentral dalam pengembangan teori Gardner. Perbandingan ketiga kecerdasan IQ, EQ, dan SQ disajikan dalam Tabel 5 di bawah ini.
Aspek Intelligence Quotient Emotional Quotient Spiritual Quotient
Struktur Jalur saraf Jaringan saraf Osilasi 40 Hz
Cara berfikir Serial Asosiatif Unitif
Tipe berfikir Rasional Emosional Spiritual
Sifat Otomatis, kaku Fleksibel Dapat berubah
Kelebihan/kekurangan Akurat, cepat, dapat dipercaya Tidak akurat, fleksibel Sangat akurat
Dasar filosofis Newtonian Humanisme Filosofi ketimuran
Respon Naluriyah Terkondisi Berkesadaran
Contoh Sistem pernafasan, pengaturan, tekanan darah, refleks Menghubungkan rasa lapar dengan nasi, ibu dengan cinta, rumah Makna hidup, makna persaudaraan, makna cinta dan nyaman
Mesin Komputer seri Komputer analog Tidak ada
Proses belajar Tidak bisa belajar Dapat belajar Dapat belajar
Proses psikologi Prapersonal Personal Transpersonal
Tabel 5
Perbandingan IQ, EQ, dan SQ
Sumber: Rajendra Kartawijaya, 12 Langkah Membentuk Manusia Cerdas
(Bandung: Hikmah, 2004), hlm. 159

Kesadaran akan keunikan diri sebagai potensi dan energi akan memberi kontribusi jika dikembangkan dan mendapat talent scout/pembantu bakat. Intinya kenali diri Anda, potensi Anda, maka Anda menjadi pemenang, bukan pecundang.

2 comments:

Anonymous said...

sedikit membantu saya memahami siswa-siswa saya, menyadari bahwa mereka unik.....tapi mengapa mereka ogah belajar yaaa?

Barnawi said...

belajar terbentuk dari tradisi. So, build scientific curiosity

About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pendidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerbang, Rindang, Media Pembinan, detik.com, okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah kelompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelajaran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Guru Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International conference on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih sebagai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK. Tahun 2010 menjadi pemenang harapan 3 lomba media pembelajaran tingkat nasional .Buku: 1. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan.2. Profil Guru SMK Profesional 3. Editor buku Sejarah Kebudayaan Islam